Halaman

Imam Ali Ibn Abi Thalib as

Barangsiapa yang rindu kepada surga, dia akan berpaling dari tuntutan hawa nafsunya.
Barangsiapa yang takut api neraka, dia akan menjauhi hal-hal yang terlarang.
Barangsiapa yang zuhud (tidak rakus) terhadap dunia, dia akan menganggap ringan suatu musibah
Barangsiapa yang bersiap-siap menghadapi kematian, dia akan bersegera melakukan kebaikan

Search




Wednesday, October 15, 2014

Jalan menuju surga

Setiap selesai sholat jum'at tiap pekannya, seorang imam (masjid) dan anaknya (yg berumur 11 tahun) mempunyai jadwal membagikan buku–buku islam, diantaranya buku at-thoriq ilal jannah (jalan menuju surga). Mereka membagikannya di daerah mereka di pinggiran Kota Amsterdam.
***
Namun tibalah suatu hari, ketika kota tersebut diguyuri hujan yang sangat lebat dengan suhu yang sangat dingin.
Sang anakpun mempersiapkan dirinya dengan memakai beberapa lapis pakaian demi mengurangi rasa dingin. Setelah selesai mempersiapkan diri, ia berkata kepada ayahnya: "Wahai ayahku, aku telah siap" ayahnya menjawab : "Siap untuk apa?" , ia berkata: "Untuk membagikan buku (seperti biasanya)", sang ayahpun berucap: "Suhu sangat dingin diluar sana, belum lagi hujan lebat yang mengguyur", sang anak menimpali dengan jawaban yang menakjubkan : "akan tetapi, sungguh banyak orang yang berjalan menuju neraka diluar sana dibawah guyuran hujan".
Sang ayah terhenyak dengan jawaban anaknya seraya berkata: "Namun ayah tidak akan keluar dengan cuaca seperti ini", akhirnya anak tersebut meminta izin untuk keluar sendiri. Sang ayah berpikir sejenak dan akhirnya memberikan izin. Iapun mengambil beberapa buku dari ayahnya untuk dibagikan, dan berkata: "terimakasih wahai ayahku".
***
Dibawah guyuran hujan yang cukup deras, ditemani rasa dingin yang menggigit, anak itu membawa buku-buku itu yang telah dibungkusnya oleh skantong plastik ukuran sedang agar tdk basah terkena air hujan, lalu ia membagikan buku kepada setiap orang yang ditemui. Tidak hanya itu, beberapa rumahpun ia hampiri demi tersebarnya buku tersebut.
***
Dua jam berlalu, tersisalah 1 buku ditangannya. Namun sudah tidak ada orang yang lewat di lorong tersebut. Akhirnya ia memilih untuk menghampiri sebuah rumah disebrang jalan untuk menyerahkan buku terakhir tersebut.
Sesampainya di depan rumah, ia pun memencet bel, tapi tidak ada respon. Ia ulangi beberapa kali, hasilnya tetap sama. Ketika hendak beranjak seperti ada yang menahan langkahnya, dan ia coba sekali lagi ditambah ketukan tangan kecilnya. Sebenarnya ia juga tidak mengerti kenapa ia begitu penasaran dengan rumah tersebut.
Pintupun terbuka perlahan, disertai munculnya sesosok nenek yang tampak sangat sedih. Nenek berkata: "ada yang bisa saya bantu nak?" Si anak berkata (dg mata yg berkilau dan senyuman yang menerangi dunia): "Saya minta maaf jika mengganggu, akan tetapi saya ingin menyampaikan bahwa Allah sangat mencintai dan memperhatikan nyonya. Kemudian saya ingin menghadiahkan buku ini kepada nyonya, di dalam nya dijelaskan tentang Allah Ta'ala, kewajiban seorang hamba, dan beberapa cara agar dapat memperoleh keridhoannya."
***
Satu pekan berlalu, seperti biasa sang imam memberikan ceramah di masjid. Seusai ceramah ia mempersilahkan jama'ah untuk berkonsultasi. Terdengar sayup-sayup dr shaf perempuan seorang perempuan tua berkata:"Tidak ada seorangpun yang mengenal saya disini, dan belum ada yang mengunjungiku sebelumnya. Satu pekan yang lalu saya bukanlah seorang muslim, bahkan tidak pernah terbetik dalam pikiranku hal tersebut sedikitpun. Suamiku telah wafat dan dia meninggalkanku sebatang kara di bumi ini".
Dan iapun memulai ceritanya bertemu anak itu.
"Ketika itu cuaca sangat dingin disertai hujan lebat, aku memutuskan untuk mengakhiri hidupku. Kesedihanku sangat mendalam, dan tidak ada seorangpun yang peduli padaku. Maka tidak ada alasan bagiku untuk hidup. Akupun naik ke atas kursi dan mengalungkan leherku dengan seutas tali yang sdh kutambatkan sebelumnya. Ketika hendak melompat, terdengar olehku suara bel. Aku terdiam sejenak dan berpikir :"paling sebentar lagi juga pergi".
Namun suara bel dan ketukan pintu semakin kuat. Aku berkata dalam hati: "siapa gerangan yang sudi mengunjungiku,… tidak akan ada yang mengetuk pintu rumahku".
Kulepaskan tali yang sdh siap membantuku mengakhiri nyawaku, dan bergegas ke pintu. ketika pintu kubuka, aku melihat sesosok anak kecil dengan pandangan dan senyuman yang belum pernah kulihat sebelumnya. Aku tidak mampu menggambarkan sosoknya kepada kalian.
Perkataan lembutnya telah mengetuk hatiku yang mati hingga bangkit kembali. Ia berkata: "Nyonya, saya datang untuk menyampaikan bahwa Allah Ta'ala sangat menyayangi dan memperhatikan nyonya", lalu dia memberikan buku ini (buku jalan menuju surga) kepadaku.
Malaikat kecil itu datang kepadaku secara tiba-tiba, dan menghilang dibalik guyuran hujan hari itu juga secara tiba2. Setelah menutup pintu aku langsung membaca buku dari malaikat kecilku itu sampai selesai. Seketika kusingkirkan tali dan kursi yang telah menungguku, karena aku tidak akan membutuhkannya lagi.
Sekarang lihatlah aku, diriku sangat bahagia karena aku telah mengenal Tuhanku yang sesungguhnya. Akupun sengaja mendatangi kalian berdasarkan alamat yang tertera di buku tersebut untuk berterimakasih kepada kalian yang telah mengirimkan malaikat kecilku pada waktu yang tepat. Hingga aku terbebas dari kekalnya api neraka."
***
Air mata semua orang mengalir tanpa terbendung, masjid bergemuruh dengan isak tangis dan pekikan takbir… Allahu Akbar…!!!
***
Sang imam (ayah dari anak itu) beranjak menuju tempat dimana malaikat kecil itu duduk dan memeluknya erat, dan tangisnyapun pecah tak terbendung dihadapan para jamaah.
Sungguh mengharukan, mungkin tidak ada seorang ayahpun yang tidak bangga terhadap anaknya seperti yang dirasakan imam tersebut.
***
Judul asli : قصة رائعة جدا ومعبرة ومؤثرة
Penerjemah : Shiddiq Al-Bonjowiy

Tuesday, October 14, 2014

9 Reasons People Love to Work With You


Some people are a pain to be around. Most are okay. But occasionally we find someone we love to work with.

Here are nine reasons:

1. They make us feel even smarter than we are.

You know the type. An employee, a colleague, a vendor…someone has an idea. It's a good idea. It's a great idea. Now it's his idea.

Do it once and people narrow their eyes. Do it twice and resentment simmers. Do it three times and that's the last time anyone ever shares any ideas with you.

The people we love to work with with have a knack for doing the opposite: they make their ideas feel like our ideas. When that happens we all work harder. We all work with a greater sense of purpose. We all feel a greater like we're part of something bigger.

And we're all more likely to succeed.

2. They never find something to take personally.

A French dilettante once said, "I am such an egotist that if I were to write about a chair, I'd find some way to write about myself."

The people we hate to work with see themselves as the center of their own universe, at the center of every story they tell--and the victim of every unfortunate or negative event.

An employee misses work because he's badly injured? Forget him -- look what a mess that makes of my staffing levels! A supplier has a baby and needs to reschedule an appointment? Forget her -- doesn't she know what that does to my schedule?

To those people,whatever happens to someone else -- regardless of how unfortunate or even tragic--becomes trivial; what matters most is the effect that has on me.

The only things people we love to work with take personally are the things they can do to make life better for other people -- because they feel a personal obligation to improve the lives of the people around them.

3. They always find a silver lining.

You land a major customer... but all you can think about is how hard it will be to fulfill those new orders. You hire a superstar programmer... but all you can think about is how much you have to pay her. You team up with an awesome partner... but all you can think about is the control you'll lose.

Victories, in business and life, are often few and far between. Achieving something awesome (or even just a tiny bit cool) takes time and effort, so reasons to celebrate can be rare.

The people we love to work with realize that every huge goal is accomplished one small step at a time and rightly feel every step is cause for celebration. They have a knack for finding the silver lining in every dark cloud because they know there is always a silver lining -- you just have to be willing to look.

And by looking, they spread a sense of optimism and enthusiasm -- something that is often in short supply.

4. They never fail to share (or even give away) the credit.

People we hate to work with tend to be extremely political: they jockey, they maneuver, they plot, and they always try to make themselves look better in the eyes of others -- especially at the expense of other people. (After all, if I look good and you look bad, I'm that much farther ahead, right?)

The people we love to work with know the best glory is reflected glory. They step back from the spotlight. They let others take the credit for hard work. They let others receive the praise for a job well done..

Most of all, they gain a private sense of fulfillment from seeing others receive public recognition -- because that means everyone wins.

5. They always think before they speak and act.

Ever seen someone throw a chair because he thought his instructions had not been followed? I have. Ever seen someone shred an employee for a mistake it turns out that person didn't make? I have.

Ever seen someone speak or act without thinking -- and forever revised your opinion of her? I have.

People we love to work with react instantly to good news. They react instantly to offer recognition, congratulations, and praise.

But they take a long time to think, reflect, and decide the best way to speak and act when problems arise or when mistakes are made. They know their words and actions will leave a lasting impact, so they do everything possible to get it right.

Even when everything around them seems to be going wrong.

6. They listen ten times more than they talk.

Interrupting isn't just rude. When you interrupt someone what you're really saying is, "I'm not listening to you so I can understand what you are saying; I'm only listening to find a place to jump in and say what I want say."

The people we love to work with listen more than they talk. They focus on what others say. They ask questions not to seem smart but to better understand.


And we love them for it.

7. They never actively seek validation.

Everyone likes praise.

But some people need praise. Some people need constant attention. They need constant validation that they are smart, capable, in charge, successful. In fact, they need to know they are smarter, more capable, and more successful than everyone else.

People we love to work with don't care about external validation. They care about feeling good about themselves. The only validation they seek is what they find in the mirror.

Seeking self-worth inside themselves allows them to spend all their energy encouraging, recognizing, and validating other people -- which makes them awesome to work with.

And also makes them awesome friends.

8. They never talk out of school.

It's hard for any of us to resist learning inside scoop. Finding out the reasons behind someone's decisions, the motivations behind someone's actions, the skinny behind someone's hidden agenda -- much less whether Marcy from shipping is really dating Juan in accounting -- those conversations are hard to resist.

Unfortunately, the people who gossip about other people are also gossiping about us... and suddenly the idea of gossip isn't so much fun.

People we love to work with excuse themselves from gossip and walk away. They don't worry that they'll lose a gossiper's respect -- they know that anyone wiling to gossip doesn't respect other people anyway.

Instead, if they decide to share a secret, they speak openly about their own thoughts and feelings. That way they're not gossiping.

They're just being genuine -- and we all love being around people who are genuine.

9. They never jump on their soapbox.

The higher you rise and the more you accomplish the more likely you are to think you know everything... and the more likely you are to think you need to tell other people everything you think you know.

Some people speak with much more finality than foundation. Some people think a position or "status" automatically confers wisdom. And that means other people hear…but don't listen.

People we love to work with share their thoughts in a humble and unpretentious way. They care about what we know.

After all -- they already know what they know.
_______________________________________
Source:
https://www.linkedin.com/today/post/article/20141007125123-20017018-amazing-qualities-of-people-we-all-love-to-work-with

Wednesday, July 9, 2014

Tawakkal Semut di Batu


Kisah Semut Yang Tawakkal
KISAH TELADAN DARI SEEKOR SEMUT YANG BERIMAN
Tawakkal Semut di Batu
Di zaman Nabi Sulaiman terjadilah suatu peristiwa, waktu itu Nabi Sulaiman melihat seekor semut melata di atas batu; lantas Nabi Sulaiman merasa takjub dan heran bagaimana semut tersebut bisa bertahan hidup di atas batu yang kering di tengah-tengah padang pasir yang gersang dan tandus. Nabi Sulaiman pun bertanya kepada semut itu: “ Wahai semut bagaimana cara kamu dapat makanan? Apakah kamu yakin bisa memperoleh makanan yang cukup untuk kamu bisa bertahan hidup”.
Semut pun menjawab: “Rezeki di tangan ALLAH, aku percaya rezeki di tangan ALLAH, aku yakin di atas batu kering di padang pasir yang tandus seperti ini pun pasti tersedia rezeki untuk ku”. Lantas Nabi Sulaiman pun bertanya: ” Wahai semut, seberapa banyakkah engkau makan? Jenis makanan apakah yang engkau sukai? Dan berapa banyak makanan yang engkau makan dalam satu bulan?”
Jawab semut: “Aku makan hanya sekadar sebiji gandum setiap satu bulan”.
Nabi Sulaiman pun kemudia berkata: “Kalau kamu makan hanya sebiji gandum sebulan tidak lah sulit bagimu melata di atas batu, aku bahkan bisa membantumu”. Nabi Sulaiman pun mengambil sebuah kotak, dia angkat semut itu dan dimasukkan ke dalamnya; kemudian Nabi mengambil gandum sebiji, dibubuhkan kedalam kotak dan kemudian di tutup lah kotak tersebut.
Kemudian Nabi meninggalkan semut di dalam kotak yang tertutup dengan sebiji gandum didalamnya untuk jatah makanan semut selama satu bulan. Akhirnya satu bulan kemudian Nabi Sulaiman kembali untuk bertemu dan melihat keadaan sang semut. Terlihatlah gandum yang sebiji hanya dimakan setengah saja oleh si semut, lantas Nabi Sulaiman berkata dengan suara yang meninggi: “Kamu rupanya berbohong padaku! Bulan lalu kamu katakan kamu makan sebiji gandum sebulan, ini sudah sebulan lewat tapi kamu hanya makan setengahnya”.
Jawab semut: “Aku tidak berbohong, aku tidak berbohong, kalau aku ada di atas batu aku pasti makan apapun sehingga banyaknya sama seperti sebiji gandum untuk satu bulan, itu karena makanan yang aku cari sendiri dan rezeki itu datangnya dari Allah dan Allah tidak pernah lupa padaku. Tetapi bila kamu masukkan aku dalam kotak yang tertutup, rezekiku bergantung padamu dan aku tak percaya kepada mu, itulah sebabnya aku makan setengah saja supaya tahan dua bulan. Aku takut kamu lupa…”.
Akhirnya Nabi Sulaiman tersenyum dan mengerti dengan penjelasan semut tersebut…
The Moral Behind of the Story:
Demikianlah seekor semut sahabat Nabi Sulaiman telah mengajarkan kita makna hakiki sebuah kemerdekaan, sebuah kemandirian. Kebebasan yang sejati adalah manakala kita hanya menggantungkan keyakinan diri kita hanya kepada Tuhan sang Khalik, Sang Pencipta. Dan tidak menggantungkan diri kita kepada selain Nya, yang bernama makhluk, yang diciptakan.
Inilah harga diri yang mesti kita tanamkan, inilah martabat dan kemulyaan orang yang beriman. Dengan keyakinan tersebut sejarah mencatat peradaban umat manusia telah ditulis dengan tinta emas betapa kemulyaan perjuangan para Nabi yang diwariskan kepada umat manusia. Inilah prinsip perjuangan seluruh Nabi untuk menundukkan diri hanya kepada Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi Nya.
Dalam Agama telah sangat jelas disebutkan bahwa manusia yang merdeka, manusia yang mempunyai jiwa yang lapang adalah manusia yang sholatnya, ibadahnya, hidupnya, serta matinya hanya untuk Allah semata. Sesungguhnya inilah makna yang sebenarnya dari konsepsi keesaan Tuhan.
Manakala setiap tutur kata dan tingkah laku kita senantiasa terjaga dari hal yang sia-sia, terjaga dari keburukan, karena dalam diri telah tertancap keyakinan bahwa segala perkataan dan perbuatan kita senantiasa diawasi oleh Allah tanpa satu detikpun terlewatkan. Bahkan niat kita yang masih didalam hatipun Allah mengetahui. Sehingga dari keyakinan tersebut, timbul kesadaran untuk mendedikasikan hidup dan kehidupan kita karena Allah semata.
Sebagai seorang beriman tidak perlu ada keresahan, kegalauan, atau ketakutan dalam diri. Sesungguhnya Allah Maha Benar, Dia Maha Mengetahui apa yang terbaik bagi hamba-Nya. Kesulitan ekonomi, persoalan keluarga, kelaparan atau apapun permasalahan yang dihadapi manusia bukanlah bentuk kebencian atau ketidak pedulian Allah. Karena Tuhan tak pernah menganiaya hambanya, Dia tidak mungkin berbuat zalim.
Inilah prinsip dan keyakinan Ilahiah yang mesti ada dalam diri-diri setiap insan, laksana akar dari pohon yang membuat kokoh dan akan menghasilkan buah yang bisa dinikmati sekaligus tempat berteduh banyak orang. Laksana Pondasi sebuah bangunan yang menopang sebuah gedung, menopang manusia yang tinggal diatasnya, memberikan perlindungan dan keamanan terhadap panas, hujan, angin bahkan gempa.
Sekiranya diantara kita ada yang masih menganggur belum bekerja jangan pernah berputus asa, karena rezeki bukan hanya dengan cara bekerja pada suatu perusahaan. Sekiranya anda belum dapat melanjutkan sekolah, jangan pernah pesimis dengan masa depan karena kebahagiaan dapat ditempuh dengan berbagai cara. Sekiranya diantara kita ada yang sakit, pantang menyerah untuk berobat dan bersabar karena Tuhan tidak pernah menyia-nyiakan amal dan upaya kita.
Ketika segenap permasalahan menimpa seseorang, itulah cara Allah menguji keimanan hamba-Nya. Saat permasalahan yang datang bertubi-tubi dihadapi serta diselesaikan dengan bijak, sabar, dan bertawakal kepada Allah, maka hamba tersebut adalah orang beruntung yang menyelesaikan ujian dari Allah dengan predikat “lulus”. Allah berjanji bahwa saat hambanya menghadapi permasalahan dengan keimanan sehingga ia lulus dari ujian tersebut, maka Allah naikkan derajatnya sebagai seorang yang bertakwa.
Saat manusia menyandarkan segala sesuatunya kepada makhluk atau benda yang akan didapat hanyalah ketidak sempurnaan serta kekecewaan. Bisa jadi di awal dia akan mendapat keuntungan tetapi itu hanya kesenangan sesaat. Namun bila kita menyandarkan segala sesuatunya kepada Allah, maka ketentraman dan kebahagiaan sejati yang akan kita dapat. Karena Allah Maha Sempurna lagi Maha Penguasa setiap makhluk. Menyandarkan hidup hanya kepada Allah adalah solusi dalam menghadapi segala cobaan dan permasalahan kehidupan.
Oleh karena itu mari pahami terlebih dahulu makna syahadat kita: Kosongkan dulu semuanya, hilangkan kepercayaan anda terhadap apapun, siapapun. Kosongkan terhadap segala kepercayaan yang palsu dan semu. La Ilaha ILALLAH!!!!!! Tiada Tuhan Yang Disembah Selain Allah Ta’ala!!!! Langkah pertama, meniadakan seluruh sesembabahan kepada apa saja selain Allah, Setelah itu tanamkan dan benamkan seluruh keadaran dan hati anda bahwa sesungguhnya yang satu-satunya perlu diyakini keberadaan dan eksistensinya nya hanya Allah semata. Tiada ibadah yang harus dipersembahkan melainkan untuk Allah semata. Tiada yang perlu dituju kecuali menuju Allah semata.
Dengan demikian, manusia yang beriman tidak akan pernah dan tidak akan mau menerima uang SOGOKAN. Dia akan meyakini bahwa rezeki didapat bukan dengan cara-cara seperti itu. Dia akan mencontoh keyakinan seekor semut seperti cerita diatas. Dan jangan sampai iman manusia dikalahkan oleh iman seekor semut!
Dan Janganlah kalian terlalu cepat mengambil keputusan dan persangkaan sebelum kamu mempelajarinya terlebih dahulu dan mendengar penjelasan dari pihak pihak yang terkait.
Semoga Bermanfaat.
Allahu Ta’ala A’lam

Saturday, May 17, 2014

Chicken Soup: Tidur atau Terjaga?

Malam itu Habah bin 'Arani dan Nauf Al-Bakali tidur di halaman kediaman Khalifah di Kufah. Setelah tengah malam, mereka melihat imam Ali, Amirul Mukminin, keluar dengan perlahan dari kediamannya, memasuki halaman dalam keadaan yang tak biasa. Ia limbung tak mampu menjaga keseimbangannya, terbungkuk bersandar pada dinding, lalu selangkah demi selangkah maju, seraya menggumamkan ayat ayat terakhir (190-194) dari surah Al Imran, "Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal, (190); yaitu orang orang yang mengingat Allaah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), 'Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia sia. Maha suci Engkau, maka peliharalah kami dari api neraka. (191); Ya Tuhan kami, sesungguhnya barang siapa yang Engkau masukkan dalam neraka, maka sungguh telah Engkau hinakan ia, dan tidak ada bagi orang orang yang zalim seorang penolong pun. (192); Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman, (yaitu), 'Berimanlah kamu kepada Tuhanmu'; maka kami pun beriman. Ya Tuhan kami, ampunilah bagi kami dosa dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang orang yang berbakti. (193); Ya Tuhan kami, berilah kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami dengan perantaraan rasul rasul Engkau. Dan janganlah Engkau hinakan kami di hari kiamat. Sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji.' (194)"
Tak berapa lama setelah selesai melantunkan ayat ayat tersebut, Ali kw mengulangnya lagi. Ia melantunkan ayat ayat ini berulangkali. Tampaknya beliau berada dalam keadaan yang tidak biasa.
Habah dan Nauf keduanya berbaring di tikar mereka, merenungkan kejadian aneh ini. Habah terpaku keheranan, terus menatap sang Imam. Sementara Nauf tidak mampu menahan air matanya yang trus mengucur. Ali sampai ke tempat Habah berbaring dan bertanya kepadanya, "Apakah engkau tidur atau terjaga?"
Habah menjawab, "Ya, aku terjaga, wahai Amirul Mukminin! Buka kau takut kepada Allaah begitu rupa, maka bagaimana dengan kami, orang orang celaka ini?"
Amirul Mukminin, Ali, sambil menutup mata, mulai berlinangan air matanya. Kemudian beliau berkata, "wahai Habah! Suatu hari kelak kita akan dihadapkan kepada Allaah dengan tak satu pun perbuatan kita yang tersembunyi dari-Nya. Dia lebih dekat kepadaku dan kepadamu dari urat leher kita. Tidak ada penghalang apa pun di antara kita dengan Allaah." Kemudian sambil menoleh pada Nauf, beliau bertanya, "Apakah kau tidur?"
Nauf menjawab, "Tidak, wahai Amirul Mukminin! Aku terjaga dan sedari tadi meneteskan air mata."
Ali kw, "Wahai Nauf! Jika kau mengucurkan air matamu hari ini karena takut kepada Allaah, kelak di Hari Pengadilan, matamu akan tersegarkan. Wahai Nauf, setiap tetesan air mata karena takut kepada Allaah akan memadamkan api neraka. Wahai Nauf, tak seorang pun yang memiliki kedudukan dan peringkat lebih tinggi daripada orang yang mengucurkan air matanya karena takut terhadap Allaah dan karena cinta kepada Nya.
Wahai Nauf, seseorang yang mencintai Allaah dan mencintai karena Allaah, dan tak memilih apa pun selain cinta Allaah, dan orang yang membenci karena Allaah, maka ia tidak akan menerima apa pun atas kebencian semacam ini kecuali kebaikan. Ketika kau telah mencapai tingkatan seperti itu, maha kau akan menyaksikan keyakinan yang nyata dengan sempurna."
Beliau kemudian menasihati Habah dan Nauf untuk beberapa waktu; kemudian mengakhirinya, "Takutlah kepada Allaah, aku ingatkan ini kepada kalian."
Beliau lalu meninggalkan mereka sambil melanjutkan doa nya, "Ya Allaah, aku berharap mengetahui saat aku melupakan Mu, apakah Engkau menelantarkanku atau kah Engkau tetap memberi perhatian kepadaku? Aku berharap mengetahui bagaimana kondisiku kelak di hadapan Mu, sedang aku telah tertidur panjang dan lalai memuja Mu?"

Subscribe

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner