Halaman

Imam Ali Ibn Abi Thalib as

Barangsiapa yang rindu kepada surga, dia akan berpaling dari tuntutan hawa nafsunya.
Barangsiapa yang takut api neraka, dia akan menjauhi hal-hal yang terlarang.
Barangsiapa yang zuhud (tidak rakus) terhadap dunia, dia akan menganggap ringan suatu musibah
Barangsiapa yang bersiap-siap menghadapi kematian, dia akan bersegera melakukan kebaikan

Search




Wednesday, February 3, 2010

Centurygate #3: Faisal Basri memilih lugas

Faisal Basri: Mengapa Saya Memilih Bersikap Lugas dalam Kasus Century?

Seorang yang tak mencantumkan identitas mengirim pesan singkat (SMS) hari minggu kemarin. Isinya sebagai berikut:

    “Bpk Faisal Basri Yth. Saya mengamati bpk dan menujukkan tdk independen dalam menanggapi terkait dgn skandal Bank Century? Sgt disayangkan, mengapa bpk hrs bersikap spt itu! Ingat bhw bpk didengar dan dihargai masyarat selama ini karena bpk pengamat yg tajam, kritis dan memiliki integritas yg kuat. Apa sih yg diberikan Budiono dan Sri Mulyani pd anda sampai mau “bunuh diri”?” (catatan: isi sms saya cantumkan utuh, hanya space yang saya ubah supaya tampilannya lebih enak dibaca, dan istilah yang dicetak tebal.)

Dua hari sebelumnya saya mengisi acara di Surabaya. Panitia penyelenggara bercerita pada saya bahwa ada seorang anggota yang selalu hadir kalau saya sebagai pembicaranya mengatakan kali ini ia tak mau hadir karena Faisal Basri sudah tidak kritis lagi. Alasan peserta tersebut adalah karena saya mendukung pemerintah dalam bailout Bank Century.

Sewaktu diundang Pansus Century pada 21 Januari lalu, seorang anggota Pansus dari Partai Golkar, Harry Azhar Aziz, mengatakan: “Sikap kritis Faisal meredup.” Harry juga menyindir sikap inkonsistensi Faisal: “Setahu saya, Faisal Basri dikenal sangatlah kritis. Saya masih ingat, beliau pernah ungkapkan adanya potensi kerugian negara di Dirjen Pajak sampai Rp 7 triliun. Namun sekarang, kok kelihatannya berubah,’’ kata Harry Azhar Aziz, dalam sidang Pansus Centurygate, malam ini (Kamis, 21/1). Dikutip dari Rakyat Merdeka online.

Ada empat kata kunci dari tiga nukilan di atas: independen, integritas, kritis, dan inkonsisten. Kesemuanya mengandung penilaian bahwa saya tidak lagi kritis, tidak konsisten, dan tidak independen. Saya telah berubah, oleh karena itu diragukan integritasnya.

Tiga cuplikan yang saya angkat bisa mewakili banyak sekali penilaian terhadap saya belakangan ini, terutama setelah kasus Century merebak. Reaksi teman dan kerabat macam-macam. Ada yang men-delete saya sebagai teman di Facebook. Ada yang mencaci-maki lewat sms, email, dan milis. Ada pula yang “sebel” karena “sayang” sebagai cerminan dari pepatah: sahabat sejati adalah yang selalu mengingatkan, bukan yang kerap memuji.

Saya tak ingin membela diri. Apalagi mengklaim sinyalemen-sinyalemen di atas ngawur. Tidak.

***

Terus terang, saya sempat terombang-ambing menyikapi kasus Century ini. Cukup lama saya tak menyampaikan pandangan atau opini berkaitan dengan Century dan tak mau diwawancarai oleh media cetak maupun elektronik tentang Century. Saya tak memiliki cukup data dan informasi untuk bersikap dan menyampaikan pandangan. Apalagi mengingat isu Century kala itu sangat simpang siur, banyak dibumbui oleh fantasi, dan sarat muatan politis.

Dengan berjalannya waktu, saya memperoleh banyak sekali data dan informasi. Bermula dari seorang sahabat yang mengirimkan via email resume hasil audit BPK dan kronologis Century. Setelah itu, saya kebanjiran data dan informasi. Beberapa hari kemudian saya memperoleh hard copy hasil audit lengkap BPK yang sangat tebal (lebih tebal dari kitab suci).

Bahan yang juga sangat berharga adalah rekaman suara rapat KSSK tanggal 20-21 November 2008. Rekaman yang berdurasi lebih dari 4 jam saya santap hingga menjelang subuh.

Sekarang saya memiliki cukup bahan, baik dalam bentuk hard copies maupun soft copies. Tak terkecuali bahan bacaan dari pemberitaan media massa sejak Oktober 2008 hingga dewasa ini. Setiap hari saya menerima briefing media yang sangat lengkap dari seorang sahabat yang baik hati. Bahkan saya diperlihatkan pemetaan media dan nara sumbernya.

Mendalami kasus Century sungguh sangat menyita waktu. Sedangkan menyikapi kasus ini melibatkan perasaan.

***

Perbedaan pandangan adalah hal yang lumrah. Perdebatan sengit adalah bunga demokrasi, demi menghasilkan “kebenaran” walau mungkin tak pernah mencapai kebenaran 100 persen.

Dalam menyaring data dan informasi, saya menemukan banyak kebohongan atau setidaknya inkonsistensi pada sejumlah opinion leaders. Beberapa Postingan di Kompasiana membuktikan hal itu. Dari hari ke hari senarai inkonsistensi kian panjang, bahkan ada blog khusus untuk itu.

Belakangan, perkembangan kian brutal dan fulgar, tak lagi mengindahkan etika dan moral.

Pengalaman terakhir yang saya alami sendiri ialah ketika Radio Trijaya menggelar acara mingguan “Polemik” bertajuk “Evaluasi 100 Hari Pemerintahan SBY”. Acara ini menghadirkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan tiga ekonom, termasuk saya.

Tak sampai setengah jam sejak kehadiran Menteri Keuangan, datang rombongan demonstran yang berorasi di depan lokasi acara, Warung Daun di depan Taman Ismail Marzuki. Kebisingannya menerobos pintu dan jendela gedung. Hampir semua wartawan yang meliput acara berhamburan ke luar. Tinggal kami para pembicara, moderator, dan segelintir lainnya yang tetap di dalam.

Para demonstran meneriakkan: “Sri Mulyani maling, Sri Mulyani maling ….” berulang kali, bersahut-sahutan.

Bukan acara tersebut dan laporan pandangan mata demonstasi yang hendak saya ceritakan. Melainkan, SMS yang beredar setelah itu, yang mungkin sebagian Kompasianer pun menerimanya.

Ini isi SMS-nya:

    “Sangat disesalkan sikap Menkeu Sri Mulyani mengacungkan jari tengah dan perkataan FUCK kpd para mahasiswa”, demikian kata Ali Muchtar Ngabalin. (Sabtu, 30/1/10, jam 10.00 WIB Warung Daun Cikini. Sumber: FK. Ampera)

Sedemikian keji isi SMS itu. Produser acara, Bung Eddy Koko, serta merta membantah isi SMS itu. Ini SMS lengkap Bung Eddy:

“SAYA EDDY KOKO, BERADA DI SEBELAH SRI MULYANI MENGANTAR KE MOBIL SEBAGAI PENGUNDANG/PRODUSER ACARA. JADI SAYA MELIHAT DIA MELAMBAI KEPADA PENDEMO DAN TERSENYUM. DEMI ALLAH SAYA TIDAK MENDENGAR SRI MULYANI MENGUCAPKAN KATA KATA. JUGA SAYA TIDAK MELIHAT SRIMULYANI MENGACUNGKAN JARI TENGAH SEPERTI SMS YANG BEREDAR INI: Breaking News: SRI MULYANI ACUNG JARI TENGAH KPD MAHASISWA. “Sangat disesalkan sikap Menkeu Sri Mulyani mengacungkan jari tengah dan perkataan FUCK kpd para mahasiswa”, demikian kata Ali Muchtar Ngabalin. (Sabtu, 30/1/10, jam 10.00 WIB Warung Daun Cikini. Sumber: FK. Ampera). Cc: Bung Ngabalin”

Sikap dan pandangan saya mungkin salah. Namun, sampai sekarang, sikap dan pandangan saya bertolak dari keyakinan dan kesadaran penuh yang bersumber dari data dan informasi yang saya miliki. Sikap dan pandangan saya bisa saja berubah kalau ada data dan informasi yang membuat saya sampai pada kesimpulan yang berbeda.

Insya Allah, kebenaran pada akhirnya akan datang juga. Tentu yang bersalah, yang paling bertanggung jawab atas pembiaran Bank Century, dengan beragam tipu daya, harus ditindak, diadili, dan dihukum.

Semoga kasus Century menjari pembelajaran sangat berharga dalam kehidupan demokrasi kita, terlebih bagi diri saya sendiri.

original source: http://pendek.in/00ulu

Centurygate #2: Menurut Stafsus Presiden

Stafsus Presiden: Biang Keroknya Adalah Perintah JK
(Abdullah Mubarok)

INILAH.COM, Jakarta - Pada 25 November 2008, Kapolri Jenderal Polisi Bambang Hendarso Danuri memerintahkan Komjen Pol Susno Duadji sebagai kabareskrim Polri, untuk menangkap Robert Tantular.

Kapolri menginstruksikan penangkapan tersebut, karena Wakil Presiden Jusuf Kalla memintanya melalui telepon. Dalam hitungan jam, mantan pemegang saham Bank Century itu tertangkap di Jakarta.

Namun, tertangkapnya Robert justru mengaburkan persoalan masalah pengucuran duit 6,7 triliun untuk penyelamatan Bank Century. Sebab, di situlah Robert 'pasang badan'. Mengapa?

Menurut Staf khusus Kepresidenan, Andi Arief, penangkapan Robert Tantular itulah biang kerok masalahnya.

Sebab, saat itu Bank Indonesia sudah mengajukan permintaan cekal atas Robert dan manajemen Bank Century ke Departemen Keuangan.

Robert beserta keluarga langsung lari ke Singapura, tanggal 21 November 2008. Esok harinya, Robert kembali ke Tanah Air dengan niatan baik. Ia rela menyerahkan penyertaan modal 20 persen.

Tidak tanggung-tanggung, Robert ingin ikut mengungkap keberadaan Komisaris Bank Century, yaitu Hesyam al-Waraq dan pemegang saham pengendali Bank Century, Rafat Ali Risbi. Namun, Robert keburu diamankan polisi.

"Biang kerok dari persoalan ini adalah perintah Jusuf Kalla menangkap Robert. Terburu-buru dan emosional. JK tidak memikirkan dampaknya," ujar Andi Arief kepada INILAH.COM, Rabu (20/1).

Langkah JK, berbeda dengan yang dilakukan oleh Boediono dan Sri Mulyani untuk negara. Upaya Sri Mulyani waktu itu berusaha mengatasi gejolak krisis global pada tahun 2008.

Pemerintah melakukan hal terbaik untuk mengatasi krisis ekonomi yang terjadi ketika itu. Langkah-langkah antisipasi telah disiapkan.

Pemerintah merevisi target pertumbuhan ekonomi dari 6% pada 2009 menjadi 5,5% dan 5% bahkan sampai 4,7%. Selain itu, DPR didesak menyetujui kebijakan stimulus fiskal senilai Rp 71 triliun, sebagai kompensasi faktor eksternal yang melemahkan pertumbuhan ekonomi.

Strategi ini mendorong terjaganya kegiatan ekonomi di sektor riil yang ada di semua daerah. Jadi, ada penyerapan tenaga kerja di antaranya melalui pembangunan infrastruktur.

Hal yang sama dilakukan mantan Gubernur Bank Indonesia, Boediono. Dia juga berusaha keputusan menyelamatkan Bank Century, 21 November, karena arus modal keluar dari BI sangat besar dalam waktu cepat, kurs melonjak-lonjak, likuiditas kering, kemacetan pasar antar bank, dan rumor yang beredar. Boediono tidak ingin dunia perbankan jatuh.

"Boediono dan Sri Mulyani adalah pahlawan dalam penyelesaian krisis. Susno juga karena berhasil menyakinkan Budi Sampoerna agar tidak menarik seluruh uangnya di Century setelah bailout," tegas Andi Arief.[bar]

original source: http://pendek.in/00ulp

Subscribe

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner