Halaman

Imam Ali Ibn Abi Thalib as

Barangsiapa yang rindu kepada surga, dia akan berpaling dari tuntutan hawa nafsunya.
Barangsiapa yang takut api neraka, dia akan menjauhi hal-hal yang terlarang.
Barangsiapa yang zuhud (tidak rakus) terhadap dunia, dia akan menganggap ringan suatu musibah
Barangsiapa yang bersiap-siap menghadapi kematian, dia akan bersegera melakukan kebaikan

Search




Monday, March 31, 2008

Tuesday, March 25, 2008

Pelaporan SPT Pajak Wajib Pajak Perorangan Form 1770 S

Pelaporan SPT Pajak Wajib Pajak Perorangan Form 1770 S

Ngomongin pajak mesti rada-rada formal nich..

NPWP, SPT & Sosialisasi

Klo berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000, Wajib Pajak tuch:
"Wajib Pajak adalah orang pribadi atau Badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu."
So.. mulai 2007, ada kewajiban bahwa setiap Wajib Pajak harus punya Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Beberapa waktu yang lalu ada sosialisasi di kantor tentang tata cara pengisian SPT (Surat Pemberitahuan) Tahunan Pajak form 1770 S. Sptnya sii ini juga diadain di kantor2 lain. Karena baru pertama kali, so.. yg ada di pikiran 'Duuch.. Ribet nich !'. Ktnya sii deadline nya 31 Mar 2008.

It's time !!!

Time goes by and most of us kind of forget the whole thing until March really came...
Di beberapa persimpangan dah terpampang Spanduk yg meng'iklan'kan SPT 2007. Agak berbeda dg waktu sosialisasi, di spanduk tertulis batas akhirnya 25 Mar 2008...

Akhirnya reminder pun di pasang.. dan formulir2 dan kelengkapannya diisi..
Formulir 1770S dan lampiran 1770S-I & 1770S-II, kartu keluarga, bukti pojong pajak PPh 21 pribadi dan istri. FYI, klo suami-istri pisah harta, berarti masing2 punya NPWP...

Mar 25 2008 @ 0730

Tiba di KPP (Kantor Pelayanan Pajak) Ps Minggu JakSel jam 07.30. Parkir, trus beranjak ke kantor. Kt teman yg udah lapor, lgs ambil nomor dan antri. ternyata hari ini beda. Ada tenda tempat pengecekan / penelitian formulir. mungkin karena dah dekat deadline, jadi ekspektasinya banyak yg akan lapor. Antri juga beberapa orang, kira2 20 an orang laaahh...

Setelah nunggu sebentar, petugas datang dan kami pun ngerubung dan diperiksa forms nya. Abis itu naik ke kantor/loket nya. mirip bank. rapi, dan pake antrian nomor.
Stlh dipanggil bdsarkan nomor, setor forms dan lampirannya, trus nunggu dech...

Dipanggil namanya oleh petugas, trus petugas tsb kasi semacam tanda terima... atau judulnya: Bukti Terima Surat

Selesai dech kira2 jam 0745. so.. cuma 15 menit....

Useful Resources

Buat sharing, berikut ini beberapa links yg berguna :
DitJen Pajak
Kanwil DJP Jakarta Selatan
PajakPribadi.com
PajakPribadi.com-Formulir
PajakPribadi.com-TarifPPh21
Software Pajak dan Lainnya
List of Tax Offices (MSExcel format)

Petunjuk Pengisian SPT Pribadi

Petunjuk Pengisian SPT Pribadi

BAB I
PENDAHULUAN

1. Sistem Pemungutan Pajak Penghasilan

Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2000 (selanjutnya disebut UU KUP) dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 (selanjutnya disebut UU PPh), bahwa sistem pengmungutan pajak di Indonesia, khususnya Pajak Penghasilan (PPh) adalah berdasarkan sistem Self-assessment. Dalam sistem tersebut, masyarakat Wajib Pajak diberi kepercayaaan dan tanggung jawab untuk menghitung, menghitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar.

2. Fungsi Surat Pemberitahuan Tahunan PPh

Fungsi Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan (SPT Tahunan PPh) adalah sebagai sarana Wajib Pajak untuk menetapkan sendiri besarnya pajak yang terutang, dengan cara :

a. melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang;

b. Melaporkan pembayaran pajak yang telah dilaksanakan sendiri dalam suatu Tahun Pajak/Bagian Tahun Pajak;

c. Melaporkan pemotongan/pemungutan pajak yang telah dilakukan oleh pihak lain dalam suatu Tahun Pajak;

d. Melaporkan penghasilan yang merupakan objek pajak dan atau bukan objek pajak;

e. Melaporkan harta dan kewajiban.

(Pasal 1 angka 10 jo, Pasal 3 ayat (1) UU KUP dan penjelasannya).

Bagi Wajib Pajak yang telah menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan pajaknya dengan benar sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, apabila dalam waktu 10(sepuluh) tahun Direktorat Jenderal Pajak tidak mengeluarkan ketetapan pajak, jumlah pembayaran pajak yang dilaporkan dalam SPT Tahunan menjadi pasti.
(Pasal 13 ayat (4) UU KUP).

BAB II

HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN

1. Yang Wajib Mengisi dan Menyampaikan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi

Yang wajib mengisi dan menyampaikan SPT Tahunan PPh (Formulir 1770) adalah Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri dan Warisan yang belum terbagi sebagai suatu kesatuan yang berhak.

Wajib Pajak tersebut antara lain :

a. Wajib Pajak Orang Pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan dari kegiatan usaha dan atau pekerjaan bebas;

b. Wajib Pajak Orang Pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan dari modal dan lain-lain;

c. Pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan yang jumlahnya telah melebihiPTKP;

d. Kuasa Warisan yang belum terbagi.

e. Pejabat Negera, pegawai negeri sipil, anggota TNI/POLRI dan pegawai BUMN/BUMD sesuai dengan Keputusn Presiden Nomor 33 Tahun 1986.

f. Warga Negera Indonesia yang bekerja pada Perwakilan Negara Asing dan Perwakilan Organisasi Internasional

g. Orang Asing yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan atau orang yang dalam satu Tahun Pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.

h. Masing-masing suami-istri yang dikenakan Pajak Penghasilan secara terpisah dalam hal :

- Suami-istri telah hidup terpisah;
- dikendaki secara tertulis oleh suami-istri berdasarkan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan.

Dengan demikian baik suami maupun istri wajib memiliki NPWP sendiri.

Dikecualikan dari kewajiban untuk menyampaikan SPT Tahunan PPh adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang belum mempunyai NPWP, yang :

· Penghsilan netonya tidak melebihi jumlah Penghasilan Tidak Kena Pajak. (Pasal 2 ayat (1) huruf a dan ayat (3) huruf a dan c, Pasal 2A ayat (1) UU PPh dan Pasal 3 ayat (8) UU KUP dan Kep. Men.Keu Nomor 535/KMK.04/2000).

2. Wajib Pajak yang belum mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak.

Untuk mengisi SPT Tahunan, Wajib Pajak harus mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Bagi Wajib Pajak yang belum mempunyai NPWP, harus mendaftarkan diri terlebih dahulu di Kantor Pelayanan atau Kantor Penyuluhan Pajak yang berkedudukan di luar kota tempat kedudukan Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal Wajib Pajak untuk memperoleh NPWP.

(Pasal 2 ayat (1) UU KUP dan Kep. Dirjen Pajak Nomor :KEP-516/PJ./2000)

3. Tempat Pengambilan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi

SPT Tahunan diambil sendiri oleh Wajib Pajak di tempat-tempat sebagai berikut :

a. Kantor Pelayanan Pajak;

b. Kantor Penyuluhan Pajak; atau

c. Tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak. Diantaranya bisa didapatkan melalui sistem komputer dengan alamat situs internet atau homepage Direktorat Jenderal Pajak yaitu : http://w.w.wpajak.go.id

(Pasal 3 ayat (2) UU KUP dan Kep Direjen Pajak Nomor Kep-517/PJ/2000).

4. Bahasa dan Mata Uang yang digunakan

SPT Tahunan dan lampiran-lampirannya, termasuk Laporan Keuangan (Neraca dan Laporan Laba Rugi) serta keterangan/penjelasan lain yang disampaikan bersama SPT Tahunan harus diisi dengan Menggunakan bahasa Indonesia dan dengan mata uang Rupiah.

Bagi Wajib Pajak yang diperkenankan untukmenggunakan bahasa Enggris dalam pembukuannya, sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor :543/KMK.04/2000 tanggal 22 Desember 2000, dapat menyusun Laporan Keuangan dengan Menggunakan Bahasa Inggris.

(Pasal 28 ayat (4) dan (8) UU KUP)

5. Cara Penyajian Angka Rupiah

Angka-angka rupiah dalam SPT Tahunan berikut lampiran-lampirannya dinyatakan dalam rupiah penuh.

6. Batas Waktu, Tempat, Cara Penyampaian dan Batas Waktu Pelunasan PPh Pasal 29

a. Batas waktu penyampaian SPT Tahunan

SPT Tahunan yang telah diisi dengan benar, lengkap, jelas dan ditandatangani, harus disampaikan paling lambat tiga bulan setelah akhir Tahun Pajak (31 Maret). Bagi Wajib Pajak yang tahun bukunya tidak sama dengan tahun takwin, SPT Tahunan harus disampaikan paling lambat tiga bulan setelah tahun buku berakhir.

(Pasal 3 ayat (3) huruf b UU KUP).

b. Tempat penyampaian SPT Tahunan

SPT Tahunan harus disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau Kantor Penyuluhan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal Wajib Pajak Orang Pribadi dimaksud.

(Pasal 3 ayat (1) dan Pasal 5 UU KUP).

c. Cara penyampaian SPT Tahunan

Penyampaian SPT Tahunan dapat dilakukan dengan cara :

1)

disampaikan langsung ke Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Penyuluhan Pajak tersebut pada huruf b dan atas penyampaian SPT Tahunan itu Wajib Pajak menerima tanda bukti penerimaan.

2)

disampaian melalui Kantor Pos secara tercatat dan tanda bukti serta pengiriman dianggap sebagai tanda bukti dan tanggal penerimaan SPT, sepanjang SPT tersebut dianggap lengkap.

3)

disampaian melalui Perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak dan tanda bukti serta tanggal penerimaan dianggap sebagai tanda bukti dan tanggal penerimaan SPT sepanjang SPT tersebut telah lengkap.

(Pasal 6 UU KUP dan Keputusan Dirjen Pajak Nomor :KEP-518/PJ./2000).

d. Batas waktu pelunasan PPh Pasal 29

Apabila terdapat jumlah pajak yang masih harus dibayar (PPh Pasal 29), jumlah tersebut harus dilunasi :

-

Paling lambat tanggal 25 (dua puluh lima) bulan ketiga setelah Tahun Pajak berakhir bagi Wajib Pajak yang tahun pajaknya sama dengan tahun takwim yaitu tanggal 25 Maret.

-

Paling lambat tanggal 25 (dua puluh lima) bulan ketiga setelah tahun buku berakhir bagi Wajib Pajak yang tahun bukunya tidak sama dengan tahun takwim.

(Pasal 9 ayat (2) UU KUP dan Pasal 29 UU PPh)

7. Perpanjangan Jangka Waktu Penyampaian SPT Tahunan

Wajib Pajak yang tidak dapat menyampaian SPT Tahunan pada waktunya dapat memohon perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan secara tertulis dengan menggunakan Formulir 1770-Y ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dengan syarat :

a. Permohonan diajukan sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan berakhir dengan menyebutkan alasan-alasannya ;

b. Menyampaian penghitungan sementara PPh yang terutang untuk Tahun Pajak yang bersangkutan dan bagi Wajib Pajak yang menyelenggarakan pembukuan agar melampirkan Laporan Keuangan Sementara;

c. Melampirkan bukti pelunasan atas kekurangan pajak yang terutang sebagaimana dimaksud pada huruf b.

(Pasal 3 ayat (4) dan (5) UU KUP).

8. Pembetulan SPT Tahunan

Dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sesudah berakhirnya Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkn sendiri SPT Tahunan yang telah disampaikan sepanjang Direktur Jenderal Pajak belum melakukan pemeriksaan dengan menggunakan Formulir 1770 yang dibagian atas SPT Induk dan setiap lampirannya dicantumkan kata "PEMBETULAN" dan disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Penyuluhan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.

(Pasal 8 ayat (1) UU KUP).

9. Sanksi-Sanksi

a. Denda Administrasi.

Apabila SPT Tahunan tidak disampaikan atau disampaikan melampaui batas waktu penyampaian SPT Tahunan dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah).

(Pasal 7 UU KUP).

Pembayaran denda tersebut dapat dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak dengan Surat Setoran Pajak sendiri, terpisah dari Surat Setoran Pajak untuk pelunasan jumlah pajak yang masih harus dibayar (PPh Pasal 29 ) sebagaimana dimaksud pada butir huruf d.

(Pasal 2 ayat (2) dan (3) Kep.Men.Keu No.679/KMK.04/1991).

b. Bunga

Sanksi administrasi berupa bunga dikenakan, antara lain terhadap kekurangan pembayaran karena pembetulan SPT Tahunan oleh Wajib Pajak sendiri. Selain itu, apabila pajak yang terutang menurut SPT Tahunan lebih besar dari pajak yang terutang menurut penghitungan sementara pada waktu mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan, maka atas selisihnya (kekurangan pajak yang harus dibayar) dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan.

(Pasal 8 ayat (2) dan Pasal 19 ayat (3) UU KUP)

Pembayaran bunga tersebut dapat dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak dengan Surat Setoran Pajak tersendiri, terpisah dari Surat Setoran Pajak untuk pelunasan jumlah pajak yang masih harus dibayar (PPh Pasal 29).

(Pasal 2 Ayat (2) dan (3) Kep. Men.Keu. No.679/KMK.04/1991).

c. Kenaikan

Surat Pemberitahuan yang tidak disampaikan pada waktunya walaupun telah ditegur secara tertulis dan tidak juga disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dalam Surat Teguran itu, maka Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% (lima puluh persen) dari pajak yang tidak atau kurang dibayar dalam satu Tahun Pajak.

(Pasal 13 ayat (3) huruf a UU KUP).

d. Sanksi Pidana

1)

Apabila Wajib Pajak karena kealpaan tidak menyampaian SPT Tahunan atau menyampaian tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendpatan negara, diancam dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling tinggi 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

(Pasal 38 UU KUP)

2)

Apabila Wajib Pajak dengan sengaja tidak menyampaiankan SPT Tahunan atau menyampaiankan SPT Tahunan dan atau keterangan lain yang isinya tidak benar atau tidak lengkap , sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, diancam dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

(Pasal 39 ayat (1) huruf b dan c UU KUP).

3)

Apabila Wajib Pajak melakukan percobaan untuk menyampaiankan SPT Tahunan dan atau keterangan yangisinya tidak benar atau tidak lengkap dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah restitusi yang dimohon dan atau kompensasi yang dilakukan oleh Wajib Pajak.

(Pasal 39 ayat (3) UU KUP)

10. Bentuk dan Isi SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi

SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi terdiri dari :

a. SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi (Formulir 1770) yang terdiri dari Induk SPT dan lampiran-lampiran yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

b. SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi Karyawan/Pensiunan yang Tidak Melakukan Kegiatan Usaha/Pekerjaan Bebas (Formulir 1770 S)

(Pasal 3 ayat (6) UU KUP dan Kep. Men. Keu. No. 534/KMK.04/2000).

Induk SPT (Formulir 1770) dan lampiran-lampirannya masing-masing diberi Kode dan Nomor. Nama Formulirnya sebagai berikut :

No

Kode Formulir

Nama Formulir

Keterangan

1.

1770

SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi

Induk SPT

2.

1770-I

Penghitungan penghasilan neto dalam negeri.

Lampiran I

3.

1770-II

Daftar pemotongan/pemungutan PPh oleh pihak lain, PPh yang ditanggung Pemerintah, penghasilan neto dan pajak atas penghasilan yang dibayar/dipotong/terutang di luar negeri

Lampiran II

4.

1770-III

Penghasilan yang telah dikenakan pajak bersifat final dan dikenakan pajak tersendiri, penghasilan pengusaha tertentu serta penghasilan yang tidak termasuk objek pajak.

Lampiran III

5.

1770-IV

Daftar Harta dan Kewajiban pada akhir tahun

Lampiran IV

11. Kelengkapan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi

SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi (Formulir 1770) yang disampaikan kepada Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Penyuluhan Pajak dinyatakan lengkap apabila telah dilampiri dengan :

1)

Seluruh Lampiran yang telah dibakukan yaitu Formulir 1770-I sampai dengan 1770-IV harus diisi walaupun nihil.

2)

Neraca dan Laporan Laba Rugi Tahun Pajak yang bersangkutan untuk Wajib Pajak yang menyelenggarakan Pembukuan atau Rekapitulasi Bulanan Peredaran/Penerimaan Bruto Usaha Tahun Pajak yang bersangkutan untuk Wajib Pajak yang memilih menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.

(Pasal 4 ayat (4) UU KUP)

3)

Surat Setoran Pajak Pasal 29 Tahun Pajak yang bersangkutan lembar ke 3(tiga) apabila pada angka 16 Induk SPT Tahunan (Formulir 1770) menunjukan jumlah PPh yang masih harus dibayar.

(Pasal 29 UU PPh)

4)

daftar susunan Keluarga yang menjadi tanggungan Wajib Pajak, yang memuat nama, tanggal lahir, hubungan keluargaa dan pekerjaan.

Sesuai dengan keadaan masing-masing Wajib Pajak, dokumen-dokumen yang tersebut dibawah ini wajib pula dilampirkan , yaitu :

1)

Fotocopi Formulir 1721-A1 dan atau 1721-A2 bagi Wajib Pajak yang menerima penghasilan sehubungan dengan pekerjaan.

2)

Surat khusus dalam hal SPT Tahunan ditandatangani oleh orang lainbukan Wajib Pajak.

(Pasal 4 ayat (3) UU KUP)

3)

Lembar Penghitungan Pajak Penghasilan terutang bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang kawin dengan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan.

Pasal 3 ayat (6) UU KUP)

4)

Lembar Penghitungan angsuran PPh Pasal 25 tahun berikutnya dalam hal Wajib Pajak harus membuat penghitungan tersendiri (lihat halaman 64 huruf b)

12. Penghasilan yang dikenakan PPh bersifat final dan dikenakan pajak tersendiri, penghasilan Pengusaha Tertentu serta penghasilan yang tidak termasuk objek pajak.

Penghasilan yang dikenakan PPh bersaifat final dan penghasilan yang dikenakan pajak tersendiri, penghasilan Pengusaha Tertentu serta penghasilan yang tidak termasuk objek pajak dicantumkan dalam lampiran III (Formulir 1770-III) dipindahkan dalam Formulir Induk SPT ( Formulir 1770).

13. Harta dan Kewajiban pada akhir tahun.

Harta dan kewajiban pada akhir tahun dalam laporan IV (Formulir 1770-IV) dipindahkan ke dalam Formulir Induk SPT (formulir 1770)

BAB III

PETUNJUK UMUM

Agar SPT Tahunan dapat diisi dengan mudah dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1. Bacalah terlebih dahulu petunjuk pengisiannya sebelum mengisi SPT Tahunan;

2. Isilah SPT Tahunan berdasarkan keadaan sebenarnya;

3. Sebelum mengisi Induk SPT Tahunan, isilah terlebih dahulu lampiran-lampirannya, (semua formulir tetap diisi meskipun nuhil)

4. Dalam hal masih terdapat kesulitan dalam pengisiannya, agar meminta penjelasan ke Kantor Pelayanana Pajak/Kantor Penyuluhan Pajak ;

5. Bubuhkan tanda tangan anda atau yang dikuasakan pada Induk SPT Tahunan sebelum SPT Tahunan tersebut disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Penyuluhan Pajak;

6. SPT Tahunan beserta lampiran-lampirannya diisi dalam rangkap 2 (dua), 1 (satu) eksemplar dismpaikan ke Kantor pelayanan Pajak/Kantor Penyuluhan Pajak dan 1 (satu) eksemplar lainnya untuk arsip Wajib Pajak.

(Pasal 4 ayat (1) UU KUP )

PERHATIAN

Apabila Nama/Alamat Wajib Pajak yang sesungguhnya tidak sesuai dengan yang tertera pada Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Wajib Pajak harus mengisi formulir "PEMBETULAN IDENTITAS" yang tersedia pada SPT Tahunan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya agar Kantor Pajak dapat melakukan perbaikan administrasi sesuai dengan data diatas.

BAB IV

PETUNJUK PENGISIAN SPT TAHUNAN PPh

LAMPIRAN I (FORMULIR 1770- I)

PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI

Formulir ini digunakan untuk menghitung besarnya seluruh penghasilan neto dalam negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri, istri dan anak/anak angkat yang belum dewasa dari usaha, pekerjaan bebas, pekerjaan dan penghasilan lainnya, kecuali penghasilan :

1. Isteri yang telah hidup berpisah;

2. Isteri yang melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan yang harus dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh istri sendiri.

(Pasal 4, Pasal 6, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11 dan Pasal 11A UU PPh).

Dalam penghitungan penghasilan dimaksud diatas tidak termasuk penghasilan yang telah dikenakan pajak yang bersifat final, dikenakan pajak tersendiri, dan penghasilan Pengusaha Tertentu yang PPh Pasal 25nya diperlakukan sebagai pelunasan pajak terhutang serta penghasilan yang tidak termasuk objek pajak. Demikian pula biaya dari penghasilan yang telah dikenakan pajak bersifat final dan penghasilan yang tidak termasuk objek pajak tidak dapat dibebankan sebgai biaya. (lihat Lampiran III bagian A Kolom (2) halaman 38-41).

TAHUN PAJAK

Diisi pada kotak yang tersedia sesuai dengan Tahun Pajak, misalnya 2001,2002, dst

Contoh :

NAMA WAJIB PAJAK

Diisi sesuai dengan nama Wajib Pajak yang tercantum pada kartu NPWP.

NPWP

Disii pada kotak yang tersedia Nomor Pokok Wajib Pajak sesuai dengan yang tercantum pada kartu NPWP.

BAGIAN A
PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI DARI USAHA ,
PEKERJAAN BEBAS

Bagian ini digunakan untuk menghitung besarnya seluruh penghasilan dalam negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri, isteri dan anak/anak angkat yang belum dewasa dari usaha dan atau pekerjaan bebas baik yang menyelenggarakan Pembukuan atau yang melakukan pencatatan dan memilih menggunakan Norma Penghitungan dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.
yang berhak menggunakan Norma Penghitungan adalah Wajib Pajak yang peredaran usahanya atau penerimaan brutonya kurang dari Rp. 600.000.000,00(enam ratus juta rupiah) setahun dan telah memberitahukan untuk menggunakan Norma Penghitungan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama dari Tahun Pajak yang bersangkutan. Dalam hal Wajib Pajak dengan status kawin pisah harta, jumlah Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah ) tersebut merupakan gungungan peredaran usaha atau penerimaan bruto dari usaha suami, istri dan anak/anak angkat yang belum dewasa.
Penghasilan tersebut tidak termasuk Penghasilan yang telah dikenakan PPh bersifat final dan penghasilan yang tidak termasuk objek pajak.
(Pasal 14 ayat (2) UU PPh).

NOMOR
Kolom (1)

Cukup jelas

JENIS USAHA
Kolom (2)

Nomor 1 dan 2

:

Cukup Jelas

Nomor 3

:

Jenis usaha jasa, misalnya persewahan mobil, jasa pemborong dan salon

Nomor 4

:

Jenis usaha pekejaan bebas, misalnya Dokter, Notaris, Konsultan dan Arsitek.

Nomor 5

:

Jenis usaha lain-lain adalah jenis usaha yang tidak dapat dikelompokan pada jenis usaha Nomor 1 s.d. 4, misalnya peternakan, perikanan, pertanian, perkebunan dan pertambangan

PEREDARAN USAHA
Kolom (3)

Bagi Wajib Pajak yang menyelenggarakan Pembukuan kolom ini diisi sesuai dengan peredaran usaha menurut Pembukuan dan bagi Wajib Pajak yang menggunakan Norma Penghitungan, kolom ini diisi sesuai dengan jumlah peredaran usaha menurut catatan.
Bagi Wajib Pajak yang menggunakan Norma Penghitungan diisi dengan jumlah peredaran berdasarkan jenis usaha yang sesuai dengan Surat Pemberitahuan Penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto yang telah disampaikan kepada Kantor Pelayanan Pajak. Apabila Norma Penghitungan yang digunakan pada setiap jenis usaha lebih dari 1(satu), maka Wajib Pajak wajib membuat penghitungan pada lampiran tersendiri dan kolom ini diiisi dengan kata "lihat lampiran" sedangkan pada kolom jumlah diisi dengan jumlah sesuai dengan penghitungan dalam lampiran tersebut.
Dalam hal terdapat penghasilan untuk beberapa tahun yang diterima sekaligus, dilaporkan sebagai penghasilan pada tahun diterimanya penghasilan tersebut.

Nomor 1
DAGANG

Kolom ini diisi dengan jumlah peredaran usaha dagang, baik yang dilakukan Wajib Pajak sendiri, isteri dan anak/anak angkat yang belum dewasa.
Peredaran usaha perdagangan ialah jumlah hasil penjualan bruto setelah dikurangai dengan pengembalian barang, potongan tunai, dan rabat dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.

Nomor 2
INDUSTRI

Kolom ini diisi dengan jumlah peredaran usaha industri dari Wajib Pajak sendiri, isteri dan anak/anak angkat yang belum dewasa.
Peredaran usaha industri ialah jumlah hasil penjualan bruto setelah dikurangi dengan pengembalian barang, potongan tunai dan rabat dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.

Nomor 3
JASA

Kolom ini diisi dengan jumlah peredaran usaha jasa dari Wajib Pajak sendiri, istri dan anak/anak angkat yang belum dewasa.
Peredaran usaha jasa ialah penerimaan bruto usaha jasa dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.

Nomor 4
PEKERJAAN BEBAS

Kolom ini diisi dengan jumlah penerimaan bruto pekerjaan bebas dari Wajib Pajak sendiri, isteri dan anak/anak angkat yang belum dewasa dalam Tahun Pajak yang bersangkutan, misalnya dokter :
"Dokter Santoso dengan status Pegawai Negeri Sipil (Kepala RS Umum Pusat) mempunyai penghasilan sebagai berikut :

1

a.

Sebagai Kepala RS Umum Pusat selama satu tahun menerima gaji dan tunjangan-tunjangan lain sebesar Rp. 8.500.000,- (Formulir 1721-A2)

b.

Jasa/honorarium dokter dari pasien rawat inap di RSUP baik pasien tersebut datang langsung ke RSUP maupun pasien yang berasal dari rekomendasi praktek dokter rumah, diterima melalui bendaharawan RS, bruto sebesar Rp. 10.000.000,- (bukti potong PPh Pasal 21)

2

Sebagai Dosen tidak tetap pada Perguruan Tinggi swasta mendapat bonor Rp. 6.000.000,- (menurut bukti potong PPh Pasl 21)

3

Penghasilan bruto dari Klinik Praktek Bersama sebesar Rp. 25.000.000,- setahun (menurut bukti potong PPh Pasal 21);

4

Penghasilan bruto dari praktek sebagai dokter di rumah (buka praktek sendiri) sebesar Rp. 40.000.000,- setahun;

5

Penghasilan bruto dari praktek di Rumah Sakit lain sebagai dokter tamu sebesar Rp. 15.000.000,- setahun (menurut bukti potong PPh Pasal 21)

Dari pekerjaan bebas tersebut diatas yang dikatagorikan sebagai penghasilan dari Pekerjaan Bebas yang harus diisikan pada kolom ini adalah angka 1b,3,4, dan 5 yaitu sebesar : Rp. 10.000.000,- + Rp. 25.000.000,- + Rp. 40.000.000,- +Rp. 15.000.000,- = Rp.90.000.000,-. Sedangkan angka 1a dan 2 dikatagorikan sebagai penghasilan yang berasal dari pekerjaan yang harus diisikan pada Formulir 1770-I Bagian B: "Penghasilan Neto Dalam Negeri sehubungan dengan pekerjaan".

Nomor 5
LAIN-LAIN

Kolom ini diisi dengan jumlah peredaran/penerimaan bruto dari jenis usaha selain yang disebut pada Nomor 1 s/d 4 dari Wajib Pajak sendiri, isteri dan anak/anak angkat yang belum dewasa dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.

HARGA POKOK PENJUALAN
Kolom (4)

Bagi Wajib Pajak yang menyelenggarakan Pembukuan, kolom ini diisi dengan jumlah Harga Pokok Penjualan menurut pembukuan dan bagi Wajib Pajak yang menggunakan Norma Penghitungan, kolom ini tidak perlu diisi.

Nomor 1
DAGANG

Kolom ini diisi dengan Harga Pokok Penjualan usaha dagang selama Tahun Pajak yang bersangkutan yang dihitung dengan cara seperti tersebut dibawah ini :

Persedian awal tahun

Rp............................

Pembelian dalam tahun yang bersangkutan

Rp............................ +/+

Rp.............................

Pemakaian pribadi tahun yang bersangkutan

Rp..............................-/-

Tersedia untuk dijual

Rp..............................

Persediaan akhir tahun

Rp.............................-/-

Harga Pokok Penjualan

Rp.............................
====================

Catatan :

-

Persedian dan pemakaian persedian dinilai berdasarkan harga perolehan yang dilakukan dengan secara rata-rata atau dengan cara mendahulukan persedian yang didapat pertama ("FIFO")

-

Jumlah pembelian adalah nilai pembelian setelah dikurangi dengan pengembalian barang, potongan tunai dan rabat dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.

(Pasal 10 ayat (6) UU PPh)

Nomor 2
INDUSTRI

Kolom ini diisi dengan harga pokok penjualan usaha industri selama Tahun Pajak yang bersangkutan yang dihitung dengan cara seperti tersebut dibawah ini :

Bahan baku

Bahan pembantu

Jumlah

Persedian awal tahun

Rp.....................

Rp.....................

Rp.....................

Pembelian dalam tahun yang bersangkutan

Rp.....................+/+

Rp.....................+/+

Rp.....................+/+

Rp.....................

Rp.....................

Rp.....................

Pemakaian pribadi tahun yang bersangkutan

Rp.....................-/-

Rp.....................-/-

Rp.....................-/-

Rp.....................

Rp.....................

Rp.....................

Persedian akhir tahun

Rp.....................-/-

Rp.....................-/-

Rp.....................-/-

Pemakaian bahan tahun yang bersangkutan

Rp.....................

Rp.....................

Rp.....................

Gaji/upah

Rp.....................

Penyusutan/amortisasi

Rp.....................

Biaya lain-lain

Rp.....................

Biaya-biaya yang berhubungan dengan proses produksi dalam tahun yang bersangkutan

Rp.....................

Barang dalam pengerjaan awal tahun

Rp.....................+/+

Rp.....................

Barang dalam pengerjaan akhir tahun

Rp.....................-/-

Harga pokok produksi

Rp.....................

Persedian barang jadi awal tahun

Rp.....................+/+

Rp.....................

Pemakaian pribadi tahun yang bersangkutan

Rp.....................-/-

Rp.....................

Persedian barang jadi akhir tahun

Rp.....................-/-

Harga Pokok Penjualan

Rp.....................

Catatan :

-

Persedian dan pemakaian persedian dinilai berdasarkan harga perolehan yang dilakukan secara rata-rata atau dengan cara mendahulukan persedian yang didapat pertama ("FIFO")

-

Jumlah pembelian adalah nilai pembelian setelah dikurangi dengan pengembalian barang, potongan tunai dan rabat dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.

-

Penyusutan/amortisasi dilakukan sesuai dengan ketentuan perpajakan.

(Pasal 10 ayat (6), Pasal 11, Pasal 11 A UU PPh)

Nomor 3
JASA

Kolom ini diisi dengan harga pokok usaha jasa, yaitu jumlah biaya yang berhubungan langsung dengan peredaran/penerimaan bruto.

Nomor 4
PEKERJAAN BEBAS

Kolom ini tidak perlu diisi

Nomor 5
LAIN-LAIN

Kolom ini diisi dengan harga pokok penjualan/jumlah biaya yang berhubungan langsung dengan peredaran/penerimaan bruto dari jenis usaha selain yang disebut pada Nomor 1 s/d 4 dari Wajib Pajak sendiri, isteri dan anak/anak angkat yang belum dewasa dalam Tahun Pajak yang bersangkutan. Penghitungannya dapat menggunakan cara seperti penjelasan pada usaha dagang atau industri.

PENGHASILAN BRUTO
Kolom (5)

Bagi Wajib Pajak yang menyelenggarakan Pembukuan, kolom ini diisi dengan hasil pengurangan kolom (3) dengan kolom (4) untuk setiap jenis usaha. Khusus untuk pekerjaan bebas diisi sama dengan kolom (3).
Bagi Wajib Pajak yang menggunakan Norma Penghitungan, kolom ini diisi sama dengan kolom (3).

BIAYA ATAU PERSENTASE(%) NORMA
Kolom (6)

BIAYA

Bagi Wajib Pajak yang menyelenggarakan Pembukuan, kolom ini diisi dengan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto Tahun Pajak yang bersangkutan yang diperkenankan berdasarkan Pasal 6 ayat (1) UU PPh dengan memperhatikan Pasal 9 UU PPh jo Pasal 3 dan Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000. Perlu ditegaskan bahwa dalam biaya ini tidak termasuk biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan diterima atau diperolehnya penghasilan yang telah dikenakan PPh bersifat final dan dikenakan pajak tersendiri serta penghasilan yang tidak termasuk objek pajak. Penghitungan (rekonsiliasi) biaya yang boleh dikurangkan dan yang tidak boleh dikurangkan tersebut, harus dibuat lampiran tersendiri yang merupakan bagian dari Laporan Keuangan (Neraca dan Laporan Laba Rugi). Pengalokasian biaya tidak langsung dilakukan secara sebanding (proporsional).
Biaya-biaya tersebut antara lain :

1. GAJI, UPAH, BONUS, GRATIFIKASI, HONORARIUM, THR DAN SEBAGAINYA,

Adalah jumlah biaya pegawai yang berupa uang selain yang sudah diperhitungkan dalam harga pokok produksi, termasuk biaya bea siswa, magang dan pelatihan.
(Pasal 6 ayat (1) huruf a dan g UU PPh jo Keputusan Menteri Keuangan Nomor 633/KMK.04/1994)

2. PENYUSUTAN DAN AMORTISASI

Adalah jumlah penyusutan dan amortisasi selain yang telah dibebankan pada penghitungan harga pokok produksi, termasuk amortisasi atas pengeluaran yang nyata-nyata dikeluarkan oleh perusahaan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun.

Bagi Wajib Pajak yang telah memperoleh Keputusan Dirjen Pajak tentang penetapan daerah terpencil sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan No.520/KMK.04/2000 dapat melakukan penyusutan atas pengeluaran untuk pembangunan sarana dan atau prasarana yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun.

(Pasal 9 ayat (2) Pasal 11 dan Pasal 11 A UU PPh jo Pasal 3 PP No.138 Tahun 2000.)

3. PIUTANG TIDAK DAPAT DITAGIH,

Adalah jumlah piutang usaha sesuai bidang usaha Wajib Pajak yang dihapuskan karena nyata-nyata tidak dapat ditagih lagi. Atas piutang yang dihapuskan tersebut harus dibuatkan Daftar Nominatif yang memuat nama, alamat dn jumlah piutangnya dalam lampiran tersendiri oleh Wajib Pajak.

(Pasal 6 ayat (1) huruf a UU PPh jo PP 130 tahun 2000 tanggal 15 Desember 2000.

4. BUNGA PINJAMAN, SEWA, ROYALTI DAN IMBALAN JASA,

Biaya bunga pinjaman adalah jumlah bunga yang menjadi beban sehubungan dengan pinjaman uang sepanjang pinjaman tersebut digunakan untuk usaha dan pekerjaan bebas. Dalam menghitung bunga pinjaman yang dapat dibebankan sebagai biaya, tidak termasuk :

a.

Bunga pinjaman sehubungan dengan penghasilan yang telah dikenakan pajak bersifat final dan atau penghasilan yang tidak termasuk objek pajak;

b.

Bunga pinjaman yang harus dikapitalisasi atau merupakan unsur harga pokok, seperti :

-

bunga atas pinjaman yang dipergunakan untuk membeli saham yang sudah beredar;

-

bunga atas pinjaman yang dipergunakan untuk membeli tanah bagi perusahaan real estate;

-

bunga atas pinjaman yang dipergunakan untuk pembangunan selama masa konstruksi;

c.

Bunga atas pinjaman yang dipergunakan untuk membeli harta pribadi.

(Pasal 6 ayat (1) huruf a UU PPh jo Pasal 3 dan 4 Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000)

Biaya sewa adalah beban sehubungan dengan hak penggunaan harta gerak maupun harta tak gerak sepanjang digunakan untuk usaha dan pekerjaan bebas yang masa pembayaran sewanya tidak lebih dari 1(satu) tahun. Apabila masa pembayaran sewa lebih dari 1 (satu) tahun, maka Pembebanannya melalui alokasi berdasarkan masa manfaat.

(Pasal 6 ayat (1), Pasal 9 dan Pasal 11A UU PPh).

Biaya Royalty adalah beban sehubungan dengan penggunaan :

1.

hak atas harta tak berwujud, misalnya hak pengarang, paten, merek dagang, formula atau rahasia perusahaan;

2.

hak atas harta berwujud, misalnya hak atas alat-alat industri, komersial dan ilmu pengetahuan;

3.

informasi yaitu informasi yang belum diungkapkan secara umum, walaupun mungkin belum dipatenkan, misalnya pengalaman di bidang industri, atau bidang usaha lainnya.

( Pasal 6 ayat (1) huruf a UU PPh)

Biaya Imbalan Jasa adalah pembayaran imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan dan jasa lainnya.

( Pasal 6 ayat (1) huruf a UU PPh)

5. KERUGIAN KARENA PENJUALAN/PENGALIHAN HARTA,

Adalah kerugian karena penjualan atau apengalihan harta, kecuali pengalihan harta yang telah dikenakan PPh bersifat final yang menurut tujuannya semuala tidak dimaksudkan untukdijual atau dialihkan yang dimiliki dan dipergunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan, tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto.

(Pasal 6 ayat (1) huruf d UU PPh)

6. LAIN-LAIN

Adalah jumlah biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan sepanjang yang diperkenankan oleh UU PPh, selain yang tercantum pada Nomor 1 sampai dengan Nomor 5 misalnya :

-

Kerugian karena selisih kurs mata uang asing;

-

Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia;

-

Biaya kantor;

-

Biaya listrik dan energi;

-

Biaya keamanan /kebersihan;

-

Biaya reparasi/pemeliharaan ;

-

Biaya promosi

-

Retribusi

-

Iuran kepada dana pensiun yang telah disahkan Menteri Keuangan;

-

Pemberian natura dan atau kenikmatan sehubungan dengan keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan.

PERSENTASE (%) NORMA PENGHITUNGAN

Bagi Wajib Pajak yang menggunakan Norma Penghitungan, kolom ini diisi dengan Angka Persentase Norma Penghitungan Penghasilan Neto yang sesuai untuk setiap jenis usaha . Angka Persentase tersebut dikutip dari Keputusan Direktur jenderal Pajak Nomor KEP-536/PJ.7/2000 tanggal 29 Desember 2000 tentang Norma Penghitungan Penghasilan Neto bagi Wajib Pajak yang dapat menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan.
Apabila Norma Penghitungan yang digunakan pada setiap jenis usaha lebih dari 1 (satu), maka Wajib Pajak wajib membuat penghitungan pada lampiran tersendiri dan kolom ini diisi dengan kata"lihat lampiran".

(Pasal 14 UU PPh)

PENGHASILAN NETO
Kolom (7)

Kolom ini diisi dengan hasil pengurangan kolom (5) dengan kolom (6) untuk setiap jenis usaha.
Bagi Wajib Pajak yang menggunakan Norma Penghitungan kolom ini diisi dengan hasil perkalian angka pada kolom (5) dengan angka persentase pada kolom (6). Apabila Norma Penghitungan yang dipergunakan pada setiap jenis usaha lebih dari 1(satu), maka Wajib Pajak wajib membuat penghitungan pada lampiran tersendiridan kolom ini diisi dengan kata"lihat lampiran", sedangkan pada kolom jumlah diisi dengan penghitungan dalam lampiran tersebut.

BAGIAN B
PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN

bagian ini diisi dengan penghasilan neto dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri, isteri dan anak/anak angkat yang belum dewasa, termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari pemberi kerja yang tidak wajib memotong PPh Pasal 21 serta dari pemberi kerja yang bukan subjek pajak namun tidak dikecualikan untuk memotong PPh Pasal 21 kecuali :

1.

Penghasilan isteri dari satu pemberi kerja;

2.

Anak/anak angkat yang belum dewasa yang memperoleh penghasilan dari pekerjaan yang tidak ada hubungannya dengan usaha orang yang mempunyai hubungan istimewa.

Pengertian Wajib Pajak di sini termasuk pejabat negara, pegawai negeri sipil, anggota TNI/POLRI, karyawan BUMN/D, para penerima pensiun/Tunjangan Hari Tua/Tabungan Hari Tua, Warga Negara Indonesia yang bekerja pada kedutaan negera asing, perwakilan negara asing dan Perwakilan Organisasi Internasional.

Bagi pejabat negara, pegawai negeri sipil, anggota TNI/POLRI dan pensiunan yang menerima penghasilan berupa honorarium dan imbalan lain dengan nama apapun yang telah dipotong PPh Pasal 21 bersifat final, penghasilan tersebut tidak dimasukan dalam bagian ini.
( Pasal 4 ayat (1) huruf a jo Pasal 21 UU PPh )

Catatan :
Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan lebih dari satu pemberi kerja, bagian ini merupakan penggabungan/penjumlahan dari setiap Formulir 1721-A1, 1721-A2 dan atau Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 Tahun Pajak yang bersangkutan.

Nomor 1
PENGHASILAN BRUTO

a. GAJI/UANG PENSIUN/TUNJANGAN HARI TUA (THT)

Diisi dengan jumlah gaji/uang pensiun/THT yang diterima atau diperoleh secara teratur dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.

b. TUNJANGAN PPh

Diisi dengan jumlah uang tunjangan PPh yang diterima atau diperoleh dalam tahun Pajak yang bersangkutan.

c. TUNJANGAN LAINNYA, UANG PENGGANTIAN, UANG LEMBUR DAN SEBAGAINYA

Diisi dengan jumlah uang tunjangan yang diterima atau diperoleh dalam Tahun Pajak yang bersangkutan berupa tunjangan isteri, dan atau tunjangan anak, tunjangan kemahalan, tunjangan jabatan, tunjangan khusus, tunjangan transpor, tunjangan pendidikan anak, uang imbalan prestasi dan tunjangan lainnya dengan nama apapun, uang penggantian seperti uang penggantian pengobtan, uang lembur dan sebagainya.

d. HONORARIUM, IMBALAN LAIN SEJENISNYA

Diisi dengan jumlah honoraraium/imbalan lain yang diterima atau diperoleh dalam Tahun Pajak yang bersngkutan. Honorarium adalah imbalan atas jasa, jabatan atau jabatan atau kegiatan yang dilakukan.

e. PREMI ASURANSI YANG DIBAYAR PEMBERI KERJA

Bagian ini diisi dengan jumlah premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi bea siswa yang dibayar pemberi kerja kepada perusahaan asuransi atau penyelenggara Jamsostek dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.

f. PENERIMAAN DALAM BENTUK NATURA DAN KENIKMATAN LAINNYA YANG DIKENAKAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21

Diisi dengan jumlah yang sebenarnya diterima dan pemberi kerja yang tidak wajib memotong PPh Pasal 21 serta yang bukan Wajib Pajak namun tidak dikecualikan untuk memotong PPh Pasal 21 sehubungan dengan pemberian dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.

g. TANTIEM, BONUS, GRATIFIKASI, JASA PRODUKSI,THR

Diisi dengan jumlah tantiem, bonus, gratifikasi, jasa produksi, THR dan penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap dan yang biasanya diberikan sekali saja atau sekali dalam setahun yang diterima atau diperoleh dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.

h. JUMLAH (a s.d.g)

Diisi dengan hasil penjumlahan dari jumlah pada huruf a sampai dengan jumlah pada huruf g.

Nomor 2
PENGURANGAN

a. BIAYA JABATAN

Diisi dengan jumlah biaya jabatan yang boleh dikurangkan dari penghasilan. Biaya jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang diterima dari pemberi kerja oleh setiap pegawai tetap tanpa memandang kedudukan atau jabatan.

Jumlah biaya jabatan untuk penghasilan dari setiap pemberi kerja adalah sebesar 5% dari penghasilan bruto dengan jumlah setinggi-tingginya Rp. 1.296.000,00 (satu juta dua ratus sembilan puluh enam ribu rupiah) dalam setahun atau Rp. 108.000,00 (seratus delapan ribu rupiah) dalam sebulan yang dihitung menurut banyaknya bulan perolehan dalam tahun yang bersangkutan.

Apabila WP menerima penghasilan dari 2 (dua) atau lebih pemberi kerja, maka jumlah biaya jabatan yang dapat dikurangkan adalah penjumlahan biaya jabatan dari setiap Formulir 1721-A1 dan atau 1721-A2.

(Pasal 6 ayat (1) UU PPh jo. Kep. Dirjen Pajak No.545/PJ./2000 tanggal 29 Desember 2000)
Contoh :
Amin memperoleh penghasilan bruto dari dua pemberi kerja yaitu dari PT. XX sebesar Rp. 25.000.000,- setahun, dan PT.YY sebesar Rp. 30.000.000,- setahun. Biaya jabatan yang boleh dikurangkan dari penghasilan yaitu :

-

Dari PT.XX sebesar : 5% x Rp. 25.000.000,-

= Rp. 1.250.000,-

Dibawah jumlahmaksimal (Rp. 1.296.000,-) sehingga diperkenankan seluruhnya

= Rp. 1.500.000,-

-

Dari PT. YY sebesar : 5% x Rp. 30.000.000,-

=Rp. 1.250.000,-

diatas jumlah maksimal ( Rp.1.296.000,-) sehingga biaya jabatannya sebesar

=Rp. 1.296.000,-+/+

Jumlah Biaya jabatan Amin

=Rp. 2.546.000,-

b. BIAYA PENSIUN

Diisi dengan jumlah biaya untuk mendapatkan dan memperoleh uang pensiun. Biaya pensiun adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang diterima dari pemberi kerja oleh setiap pensiun tanpa memandang kedudukan atau jabatan yang besarnya 5% (lma persen) dari penghasilan bruto, dengan jumlah setinggi-tingginya Rp. 432.000,00 (empat ratus tiga puluh dua ribu rupiah) dalam sebulan yang dihitung menurut banyaknya bulan perolehan dalam tahun yang bersangkutan.

Apabila menerima penghasilan dari 2(dua) atau lebih pembayar pensiunan, maka jumlah biaya pensiunan yang dapat dikurangkan adalah penjumlahan biaya pensiun dari setiap formulir 1721-A1 dan atau 1721-A2.

(Pasal 6 ayat (1) UU PPh dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 521/KMK.04/1998 tanggal 18 Desember 1998 serta Keputusan Dirjen Pajak Nomor 545/PJ/2000 tanggal 29 Desember 2000).

c. IURAN PENSIUNAN DAN IURAN THT

Diisi dengan jumlah iuran pensiun yang terkait pada gaji yang dibayarkannya kepada dana pensiun yang disetujui oleh Menteri Keuangan atau Iuran THT umtuk Jamsostek yang dibayar oleh Wajib Pajak sendiri dalam tahun yang bersangkutan.(Pasal 6 ayat (1) UU PPh).

JUMLAH (a + b + c)

Diisi dengan penjumlahan dari jumlah pada huruf a sampai dengan c.

Catatan :
Lampirkan Formulir 1721-A1, 1721-A2 dan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 dari setiap pemberi kerja Tahun Pajak yang bersangkutan.

Nomor 3
PENGHASILAN NETO

Diisi dengan hasil pengurangan dari jumlah pada Nomor 1 dengan jumlah pada Nomor 2.

BAGIAN C
PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI LAINNYA
( TIDAK TERMASUK YANG FINAL )

Bagian ini digunakan untuk melaporkan besarnya penghasilan neto dalam negeri lainnya seperti bunga, dividen, royalti, sewa, penghargaan dan hadiah, keuntungan dari penjualan/pengalihan lain-lain yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri, istri dan anak/anak angkat yang belum dewasa dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.
Penghasilan tersebut tidak termasuk penghasilan yang telah dikenakan pajak bersifat final dan dikenakan pajak tersendiri serta penghasilan yang tidak termasuk objek pajak.

NOMOR
Kolom (1)

Cukup jelas

JENIS PENGHASILAN
Kolom (2)

Diisi dengan jenis penghasilan yang diperoleh atau diterima dalam Tahun Pajak yang bersangkutan seperti :

BUNGA,

Dalam pengertian bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan lain sehubungan dengan jaminan pengembalian utang, baik yang dijanjikan maupun tidak, yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri, isteri dan anak/anak angkat yang belum dewasa.

( Pasal 4 ayat (1) huruf f, Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 8 UU PPh ).

DIVIDEN,

Yang dimaksud dengan dividen adalah bagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri, isteri dan anak/ anak angkat yang belum dewasa selaku pemegang saham atau pemegang polis asuransi dan anggota koperasi.

Termasuk dalam pengertian dividen adalah :

1. Pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan nama dan dalam bentuk apapun;

2. Pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor;

3. Pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran kecuali saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham baru dan revaluasi aktiva tetap.

4. Pembagian laba dalam bentuk saham;

5. Pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran;

6. Jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham oleh perseroan yang bersangkutan;

7. Pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetorkan, jika dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran kembali itu adalah akibat dari pengecilan modal dasar (statuter) yang dilakukan secara sah.

8. Pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang diterimasebagai penebusan tanda-tanda laba tersebut.

9. Bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi;

10. Bagian laba yang diterima oleh pemegang polis;

11. Pembagian berupa sisa hasil usaha kepada anggota koperasi;

12. Pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang dibeban kan sebagai biaya perusahaan.

(Pasal 4 ayat (1) huruf g dan Pasal 8 UU PPh).

ROYALTI,

Yang dimaksud dengan royalti adalah setiap imbalan dengan nama apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri, isteri dan anak/anak angkat yang belum dewasa sehubungan dengan penyerahan penggunaan hak kepada pihak lain, berupa

1. hak atas harta tak berwujud, misalnya hak pengarang, paten, merek dagang, formula atau rahasia perusahaan;

2. hak atas harta berwujud, misalnya hak atas alat-alat industri, komersial dan ilmu pengetahuan;

3. informasi, yaitu informasi yang belum diungkapkan secara umum, walaupun mungkin belum dipatenkan, misalnya pengalaman di bidang industri atau bidang usaha lainnya.

(Pasal 4 ayat (1) huruf h dan Pasal 8 UU PPh)

SEWA,

Yang dimaksud dengan sewa adalah setiap imbalan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri, isteri dan anak/anak angkat yang belum dewasa sehubungan dengan penggunaan harta oleh pihak lain, harta gerak misalnya sewa pemakaian mobil, sewa alat-alat berat.
(Pasal 4 ayat (1) huruf i, Pasal 8 UU PPh).

PENGHARGAAN DAN HADIAH,

Jenis hadiah dan penghargaan untuk tujuan pemajakan dapat dibedakan :

a.

Hadiah Undian

Yang dimaksud hadiah undian adalah hadiah dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang pemberiannya melalui cara undian.

b.

Hadiah dan Penghargaan perlombaan

Yang dimaksud dengan hadiah dan penghargaan perlombaan adalah hadiah atau penghargaan yang diberikan melalui suatu perlombaan atau adu ketangkasan, misalnya dari :

-

Perlombaan olah raga;

-

Kontes kecantikan/busana, kontes lainnya;

-

kuis di televisi/radio;

-

kegiatan perlombaan atau adu ketangkasan lainnya.

c.

Penghargaan atas suatu prestasi tertentu, misalnya penghargaan atas penemuan benda purbakala, penghargaan dalam menjualkan suatu produk.

d.

Hadiah sehubungan dengan pekerjaan pemberian jasa dan kegiatan lainnya yang pemberiannya tidak melalui cara undian atau perlombaan.

Yang dilaporkan dalam Lampiran I (Formulir 1770-I) adalah huruf c dan d, sedangkan huruf a dan b dikenakan PPh bersifat final dilaporkan dalam lampiran III Bagian A.I.1.b dan c (Formulir 1770-III).

Tidak termasuk dalam pengertian hadiah atau penghargaan yang dikenakan pajak adalah hadiah langsung dalam penjualan barang/jasa, sepanjang :

a.

diberikan kepada semua pembeli/konsumen akhir tanpa diundi;

b.

hhadiah diterima langsung oleh konsumen akhit pada saat pembelian barang/jasa .

(Pasal 4 ayat (1) huruf b dan Pasal 8 UU PPh).

KEUNTUNGAN DARI PENJUALAN/PENGALIHAN HARTA,

Yang dimaksud dengan keuntungan dan penjualan/pengalihan harta ialah penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh Wajib Pajak sendiri, isteri dan anak/anak angkat yang belum dewasa sehubungan dengan penjualan/pengalihan harta, temasuk :

1.

Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;

2.

Keuntungan karena pengalihan harta berupa hadiah, bantuan atau sumbangan kecuali yang dialihkan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
Pengusaha Kecil adalah pengusaha yang nilai aktivanya tidak termasuk tanah atau bagunan tidak lebih dari Rp. 600.000.000,00 (Keputusan Menteri Keuangan Nomor 604/KMK.04/1994).

3.

Keuntungan karena penjualan harta pribadi, misalnya saham yang tidak diperdagangkan di bursa efek.

(Pasal 4 ayat (1) huruf d dan Pasal 8 UU PPh)

LAIN-LAIN,

Penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri, isteri dan anak/anak angkat yang belum dewasa selain contoh diatas agar disebutkan jenis penghasilannya dengan jelas. Bila kolom ini tidak mencukupi dapat dibuat pada lampiran tersendiri.

Penghasilan tersebut misalnya :

-

Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya;

-

Kuntungan karena pembebasan utang;

-

Penerimaan dari piutang yang telah dihapuskan;

-

Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing;

-

Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.

( Pasal 4 dan Pasal 8 UU PPh)

PENGHASILAN BRUTO
Kolom (3)

Diisi dengan jumlah penghasilan bruto dari masing-masing jenis penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.

BIAYA
Kolom (4)

Diisi dengan biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan lainnya yang bersangkutan sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) UU PPh dan Pasal 9 UU PPh jo Pasal 3 dan Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000, kecuali yang telah dibebankan pada biaya usaha dalam Formulir 1770-I Bagian A Kolom 6 dan atas penghasilan yang telah dikenakan Pemotongan pajak dari penghasilan bruto.

PENGHASILAN NETO
Kolom (5)

Diisi dengan hasil pengurangan dari Kolom (3) dengan Kolom (4) untuk setiap jenis penghasilan lainnya.

LAMPIRAN II ( FORMULIR 1770-II )

DAFTAR PEMOTONGAN /PEMUNGUTAN PPh OLEH PIHAK LAIN, PPh YANG DITANGGUNG PEMERINTAH, PENGHASILAN NETO DAN PAJAK ATAS PENGHASILAN YANG DIBAYAR/DIPOTONG /TERUTANG DI LUAR NEGERI

Formulir ini dipergunakan untuk melaporkan rincian kredit PPh yang dipotong/dipungut pihak lain tidak termasuk yang bersifat final dan dikenakan pajak tersendiri serta rincian penghasilan neto dari luar negeri yang diterima Wajib Pajak sendiri, isteri dan anak/anak angkat yang belum dewasa dalam Tahun Pajak yang bersangkutan, kecuali isteri yang telah hidup berpisah atau yang mengadakan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan, terdiri dari :

a.

PPh yang dipotong/dipungut oleh pihak lain di dalam negeri meliputi PPh Pasal 21, PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 23.

b.

PPh yang ditanggung pemerintah.

c.

Penghasilan neto dari luar negeri dan pajak yang dibayar/terutang di luar negeri serta PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan.

d.

Permohonan untuk mengkreditkan PPh Pasal 24.

( Pasal 24, Pasal 28 UU PPh dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1995 jo Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2001)

TAHUN PAJAK

Diisi pada kotak yang tersedia sesuai dengan Tahun Pajak, misalnya 2000,2001 dan seterusnya

Contoh :

NAMA WAJIB PAJAK

Diisi sesuai dengan nama Wajib Pajak yang tercantum pada Kartu NPWP.

NPWP

Diisi pada kotak yang tersedia sesuai NPWP yang tercantum pada Kartu NPWP.

BAGIAN A
DAFTAR PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN PPh OLEH PIHAK LAIN
DAN PPh YANG DITANGGUNG PEMERINTAH

Bagian ini merupakan rincian angsuran PPh berupa pemotongan/pemungutan oleh pihak lain dan PPh yang ditanggung Pemerintah yang diperhitungkan sebagai kredit pajak.

(Pasal 28 UU PPh dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1995 jo, Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2001 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 239/KMK.01/1996 tanggal 1 April 1996 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor :463/KMK.01/1998 tanggal 21 Oktober 1998).

NOMOR
Kolom (1)

Cukup jelas

NAMA DAN NPWP PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK
Kolom (2)

Kolom ini diisi dengan nama dan NPWP masing-masing Pemotong/Pemungut pajak.

PPh PASAL 21
Kolom (3)

Kolom ini diisi dengan jumlah Pajak Penghasilan yang telah dipotong oleh pemotong pajak PPh Pasl 21 dalam Tahun Pajak yang bersangkutan, baik terhadap Wajib Pajak sendiri maupun terhadap isteri Wajib Pajak yang bekerja pada lebih dari satu pemberi kerja, dan anak/anak angkat yang belum dewasa dikutip dari Formulir 1721-A1 angka 21 dan atau dari Formulir 1721-A2 Angka 18 dan atau Bukti Pemotongan PPh Pasal 21, tidak termasuk PPh Pasal 21 yang bersifat finaldan PPh Pasal 21 anak/anak angkat yang belum dewasa yang memperoleh penghasilan dari pekerjaan yang tidak ada hubungannya dengan usaha orang yang mempunyai hubungan istimewa. Dalam hal Wajib PajakOrang Pribadi luar negeri berubah status menjadi Wajib Pajak dalam negeri, dalam kolom ini diisikan pula PPh Pasal 26 yang telah dipotong.

( Pasal 21 UU PPh)

PPh PASAL 22
Kolom (4)

Kolom ini diisi dengan jumlah pajak Penghasilan yng telah dipungut dalam Tahun Pajak yang bersangkutan oleh :

a.

Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas impor barang;

b.

Direktorat Jenderal Anggran, Bendaharawan Pemerintah baik ditingkat Pemerintah Pusat maupun ditingkat Pemerintah Daerah, BUMN dan BUMD yang melakukan pembayaran atas pembelian barang dari belanja negara dan atau belanja daerah;

c.

Badan usaha yang bergerak di bidang industri semen, industri kertas, industri baja dan industri otomotif yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri;

d.

Pertamina , atas penjualan hasil produksi berupa premiun, solar, pelumas, minyak tanah dan gas, LPG kepada pembeli yang bukan sebagai penyalur/agen/dealer.

e.

Bulog atas penyerahan gula pasir dan tepung terigu kepada pembeli yang bukan sebagai penyalur/grosir.

( Pasal 22 UU PPh )

PPh PASAL 23
Kolom (5)

Kolom ini diisi dengan jumlah Pajak Penghasilan yang telah dipotong dalam Tahun Pajak yang bersangkutan oleh pemotong PPh Pasal 23 atas penghasilan berupa dividen, bunga, royalti, hadiah dan penghargaan, sewa, imbalan atas jasa tekhnik, jasa manajemen, jasa konsultan dan jasa lain yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak kecuali pemotongan PPh yang bersifat final.
(Pasal 23 UU PPh).

PPh YANG DITANGGUNG PEMERINTAH
Kolom (6)

Kolom ini khusus diisi dengan jumlah Pajak Penghasilan yang ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1995 jo Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2001. Dalam hal tidak seluruhnya penghasilan berasal dari proyek yang dibiayai dengan bantuan/hibah luar negeri, maka penghitungannya dilakukan dengan cara sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-25/PJ.223/1987 tanggal 4 Agustus 1987 jo SE-27/PJ.223/1987 tanggal 7 Agustus 1987.

JUMLAH

Diisi dengan hasil penjumlahan PPh Pasal 21 pada Kolom (3), PPh Pasal 22 pada Kolom (4) dan PPh Pasal 23 pada Kolom (5) dan PPh yang ditanggung Pemerintah pada Kolom (6).

BAGIAN B
PENGHASILAN NETO DAN PAJAK ATAS PENGHASILAN YANG DIBAYAR/DIPOTONG/TERUTANG DI LUAR NEGERI

Bagian ini dipergunakan untuk :

1.

Melaporkan rincian penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri dan penghitungan kredit pajak luar negeri dari Wajib Pajak sendiri, isteri dan anak/anak angkat yang belum dewasa dalam Tahun Pajak yang bersangkutan, kecuali penghasilan :

a.

istri yang telah hidup berpisah;

b.

istri yang mengadakan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan;

2.

Mengajukan permohonan kredit pajak luar negeri.

( Pasal 24 UU PPh jo Keputusan Menteri Keuangan Nomor 640/KMK.04/1994 tanggal 29 Desember 1994).

Permohonan kredit pajak luar negeri harus dilampiri dengan :

1.

Laporan Keuangan dari penghasilan yang berasal dari hasil usaha di luar negeri.

2.

Fotokopi surat pemberitahuan pajak yang disampaikan di luar negeri,

3.

Fotokopi dokumen pembayaran pajak di luar negeri.

NOMOR
Kolom (1)

Cukup jelas

NAMA DAN ALAMAT SUMBER/PEMBERI PENGHASILAN DI LUAR NEGERI
Kolom (2)

Kolom ini diisi dengan nama dan alamat lengkap Sumber/Pemberi Penghasilan di luar negeri.

JENIS PENGHASILAN
Kolom (3)

Kolom ini diisi dengan jenis penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri dari usaha pekerjaan dan modal termasuk penghasilan berupa dividen ("deemed dividen") atas penyertaan modal pada badan usaha di luar negeri, sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 650/KMK.04/1994 tanggal 29 Desember 1994.
( Pasal 4 dan 24 UU PPh)

PENGHASILAN NETO
Kolom (4)

Kolom ini diisi dengan jumlah penghasilan neto dari masing-masing negara sumber/pemberi penghasilan.
Apabila penghasilan diterima dalam bentuk mata uang asing, kurs yang digunakan adalah kurs yang berlaku pada saat diterima atau diperolehnya penghasilan.
( Pasal 18 ayat (2) dan Pasal 24 UU PPh ).

Penggabungan penghasilan yang berasal dari Luar Negeri dilakukan sebagai berikut :

a.

untuk penghasilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan tersebut;

b.

untuk penghasilan lainnya dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan tersebut ;

c.

dividen yang diperoleh Wajib Pajak dari penyertaan modal di luar negeri sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat (2) UU PPh (hubungan istimewa) yang sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek, dilakukan dalam tahun pajak pada saat perolehan dividen tersebut ditetapkan oleh Menteri Keuangan ( Keputusan Menteri Keuangan Nomor 640/KMK.04/1994) . Saat diperolehnya dividen tersebut ditentukan sebagai berikut :

1)

pada bulan keempat setelah berakhirnya batas waktu kewajiban penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan badan usaha luar negeri tersebut untuk tahun pajak yang bersangkutan ;atau

2)

apabila tidak ada ketentuan batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan atau tidak ada kewajiban penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan, maka saat diperolehnya dividen adalah pada bulan ketujuh setelah tahun pajak berakhir.

Penentuan saat diperolehnya dividen tersebut diatas, berlaku bagi Wajib Pajak Dalam Negeri atas penyertaan modal pada badan usaha di luar negeri yang bertempat kedudukan di negara sebagaimana tersebut pada Lampiran Keputusan Menteri Keuangan Nomor 650/KMK.04/1994, yaitu Argentina, Bahama, Bahrain, Balize, Bermuda, British Isle, British virgin Island,Cayman Island, Channel Islan Greenly, Channel Islan Jersey, Cook Island, Elsavador, Estonia, Hongkong, Liechentein St, Lithuania, Macao, Mauritus, Mexico, Netherland Antiles, Nicaragua, Panama, Paraguay, Peru, Qatar, St. Lucia, Saudi Arabia, Uruguay, Venezuela, Vanuatu, Yunani, Zambia.

PAJAK YANG DIBAYAR/DIPOTONG/TERUTANG DI LUAR NEGRI
Kolom (5)

Kolom ini diisi dengan jumlah pajak penghasilan yang dibayar/dipotong/terutang di luar negeri atas penghasilan pada masing-masing negera yang bersangkutan.
Apabila kredit pajak dalam bentuk mata uang asing, kurs yang dipergunakan adalah kurs pada saat digabungkannya penghasilan yaitu saat diterima/diperolehnya penghasilan. Dalam hal pemotongan pajak belum dilakukan, sedangkan penghasilan telah diakui (dimasukan dalam SPT Tahunan) pengkreditan dilakukan pada saat pemotongan pajak terjadi dan kurs yang digunakan adalah kurs yang berlaku pada saat pemotongan pajak. Dalam hal terjadi perbedaan kurs pada saat penggabungan penghasilan dengan kurs pada saat pemotongan pajak, maka nilai rupiah pada saat pemotongan dan selisih kurs tersebut menjadi penghasilan pada tahun pajak terjadinya pemotongan.

PPh PASAL 24
Kolom (6)

Kolom ini diisi dengan jumlah yang dibayar/dipotong/terutang di luar negeri atas penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri dalam tahun yang bersangkutan, sebesar PPh yang dibayar/dipotong/terutang di luar negeri tetapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan UU PPh. Penghitungan "batas Maksimun kredit pajak luar negeri yang dapat dikreditkan " tersebut harus dilakukan untuk masing-masing negara .
Dalam hal pajak yang dibayar/dipotong/terutang atas penghasilan di luar negeri jumlahnya sama atau lebih kecil dari "batas maksimun kredit pajak luar negeri yang dapat dikreditkan" tersebut, maka jumlah PPh Pasal 24 yang diisikan pada kolom (6) ini adalah sebesar pajak sebenarnya dibayar/dipotong/terutang atas penghasilan di luar negeri menurut kolom (5). Namun, apabila pajak yang sebenarnya dibayar/dipotong/terutang atas penghasilan di luar negeri menurut kolom (5) lebih besar dari "batas maksimun kredit pajak luar negeri yang dapat dikreditkan", maka jumlah PPh Pasal 24 yang diisikan pada Kolom (6) ini adalah sebesar "batas maksimun kredit pajak luar negeri yang dapat dikreditkan" tersebut.

( Keputusan Menteri Keuangan Nomor 640/KMK.04/1994 tanggal 29 Desember 1994 ).

JUMLAH

Diisi dengan hasil penjumlahan penghasilan neto pada Kolom (4) pajak yang dibayar/dipotong/terutang di luar negeri pada Kolom (5) dan PPh Pasal 24 pada Kolom (6).

LAMPIRAN III ( FORMULIR 1770-III )

PENGHASILAN YANG TELAH DIKENAKAN PAJAK BERSIFAT FINAL,
DIKENAKAN PAJAK TERSENDIRI, PENGHASILAN PENGUSAHA
TERTENTU, DAN PENGHASILAN YANG TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK

Formulir ini digunakan untuk menghitung besarnya penghasilan neto dalam negeri dari usaha dan dari luar usaha, yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sendiri, isteri, anak/anak angkat yang belum dewasa dalam tahun pajak yang bersangkutan yang pajaknya dibayar/dipotong/dipungut oleh pihak lain dan bersifat final, yang dikenakan pajak tersendiri, dan penghasilan pengusaha tertentu serta penghasilan yang tidak termasuk objek pajak, kecuali penghasilan :

1.

Isteri yang telah hidup berpisah;

2.

Isteri yang melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan, yang harus dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh isteri sendiri.

TAHUN PAJAK

Diisi pada kotak yang tersedia sesuai dengan tahun pajak, misalnya : 2001, 2002 dan seterusnya.

NAMA WAJIB PAJAK

Diisi sesuai dengan nama Wajib Pajak yang tercantum pada kartu NPWP.

NPWP

Diisi pada kotak yang tersedia sesuai NPWP yang tercantum pada kartu NPWP.

BAGIAN A
PENGHASILAN YANG TELAH DIKENAKAN PAJAK BERSIFAT FINAL,
DIKENAKAN PAJAK TERSENDIRI DAN PENGHASILAN PENGUSAHA TERTENTU

NOMOR
Kolom (1)

Cukup jelas

JENIS PENGHASILAN
Kolom (2)

I.

Jenis Penghasilan yang dikenakan/dipotong/dipungut pajak penghasilan bersifat final :

1.

a.

Bunga Deposito, Tabungan dan Simpanan :

· Bunga Deposito, Tabungan adalah bunga yang berasal dari deposito dan termasuk jasa giro baik yang ditempatkan di dalam negeri maupun di luar negeri melalui bank yang di dirikan di Indonesia atau Cabang bank luar negeri di Indonesia berdasarkan Pasal 23 ayat (4) UU PPh jo. Peraturan Pemerintah Nomor 131 Tahun 2000 jo. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 51/KMK.04/2001 tanggal 1 Februari 2001.

· Bunga Simpanan antara lain bunga yang berasal dari simpanan anggota pada koperasi berdasarkan pasal 23 ayat (4) UU PPh Jo. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 522/KMK.04/1998 tanggal 18 Desember 1998.

b.

Bunga/Diskonto Obligasi Yang Dijual di Bursa Efek dan Diskonto Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah Penghasilan Berupa bunga atau diskonto obligasi yang dijual di Bursa Efek dan Diskonto SBI berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 139 Tahun 2000 jo. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 558/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000.

2.

Nilai Penjualan Saham Di Bursa Efek adalah penghasilan yang berasal dari penjualan saham (saham pendiri/saham bukan pendiri) di bursa efek berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1997 jo. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 28/KMK.04/1997 tanggal 20 Juni 1997.

3.

a.

Hadiah/Penghargaan Perlombaan dan Hadiah Undian berdasarkan Pasal 21ayat (7) UU PPh jo. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 462/KMK.04/1998 tanggal 21 Oktober 1998 jo. Keputusan Dirjen Pajak Nomor Kep-545/PJ./2000 tanggal 24 Desember 2000 dan Peraturan Pemerintah Nomor 132 Tahun 2000 jo. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 639/KMK.04/1994 tanggal 29 Desember 1994.

b.

Pesangon, Tunjangan Hari Tua dan Tebusan Pensiun Yang Dibayar Sekaligus adalah Pesangon dari pemberi kerja dan uang yang diterima oleh pegawai tetap atau pensiunan dari Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan PT. Astek, Badan Penyelenggara Jamsostek berdasarkan Pasal 21 ayat (7) UU PPh jo. Peraturan Pemerintah Nomor 149 tahun 2000 jo. Keputusan Dirjen Pajak Nomor Kep-545/PJ./2000 tanggal 29 Desember 2000.

c.

Komisi Pemasaran Barang dan jasa termasuk juga penghasilan berupa komisi/honor yang diterima oleh petugas dinas luar asuransi dari perusahaan asuransi atau yang diterima oleh penjaga barang dagangan dari pemberi kerja berdasarkan Pasal 21 ayat (7) UU PPh dan Keputusan Dirjen Pajak Nomor Kep-545/PJ./2000 tanggal 29 Desember 2000.

d.

Honorarium atas Beban APBN/APBD adalah penghasilan beruapa imbalan yang diterima oleh Pejabat Negara. Pegawai Negeri Sipil, Anggota TNI/POLRI dan Pensiunan yang dibebankan kepada keuangan negara/daerah sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1994 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 636/KMK.04 1994 tanggal 29 Desember 1994.

4.

a.

Nilai Pengalihan hak atas Tanah dan atau Bangunan adalah penghasilan yang berasal dari pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1996 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 1999 jo. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 635/KMK.04/1994 tanggal 29 Desember 1994 yang telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 392/KMK.04/1996 tanggal 5 Juni 1996 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 566/KMK.04/1999 tanggal 29 Desember 1999.

b.

Nilai bangunan yang diterima dalam rangka Bangu Guna Serah yang dibangun di atas tanah yang dimiliki Wajib Pajak sehubungan dengan berakhirnya masa perjanjian bangun guna serah, berdasarkan Keputusn Mentei Keuangan Nomor 248/KMK.04/1995 tanggal 2 Juni 1995.

c.

Sewa atas tanah dan atau bangunan adalah penghasilan Bruto dari persewahan berupa tanah, rumah,rumah susun, apartemen, kondominium , gedung perkantoran, rumah kantor , ruko, gudang dan industri berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996 jo. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 394/KMK.04/1996 tanggal 5 Juni 1996.

5.

Jasa Pelaksanaan Konstruksi adalah Penghasilan Wajib Pajak yang bergerak dibidang usaha jasa pelaksanaan konstruksi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 140 Tahun 2000 jo. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 559/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000.

6.

Distributor/Penyalur/Dealer/Agen : Produk Pertamina, Premix, Rokok, Tepung, Terigu, Gula Pasir.

· Penyalur/Dealer/Agen produk Pertamina dan Premix adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh sehubungan dengan usaha sebagai penyalur/dealer/agen produk Pertamina dan Premix, berupa premium, solar, pelumas, gas LPG, minyak tanah dan premix yang telah dibayar/dipungut PPh bersifat final berdasarkan Pasal 22 UU PPh jo. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 254/KMK.03/2001 tanggal 30 April 2001 jo. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 392/KMK.03/2001 tanggal 4 Juli 2001.

· Penyalur/Grosir Rokok, Tepung Terigu dan Gula Pasir adalah Penghasilan yang diterima atau diperoleh sehubungan dengan usaha sebagai penyalur/grosir tepung terigu dan gula pasir dari Bulog berdasarkan Pasal 22 UU PPh jo. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 254/KMK.03/2001 tanggal 30 April 2001 jo.Keputusan Menteri Keuangan Nomor 392/KMK.03/2001 tanggal 4 Juli 2001.

7.

Penghasilan lain Yang Dikenakan Pajak Bersifat Final :

Untuk menampung Penghasilan yang dikenakan Pajak bersifat Final lainnya yang belum tertampung pada nomor 1 s.d.6.
Seperti : Penghasilan Usaha Pelayaran Dalam Negeri
Penghasilan Wajib Pajak yang bergerak di bidang Usaha pelayaran dalam negeri adalah imbalan atau pengganti berupa mata uang atau nilai uang yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak perusahaan pelayaran dalam negeri dari pengangkutan orang dan atau barang yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan yang lain di Indonesia dan atau dari pelabuhan di Indonesia ke Pelabuhan luar negeri dan atau sebaliknya berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 416/KMK.04/1996 tanggal 14 Juni 1996.

II

DIKENAKAN PAJAK TERSENDIRI

Jenis Penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan tersendiri :

1.

Penghasilan isteri dari satu pemberi kerja adalah penghasilan berupa gaji, tunjangan dan imbalan lainnya yang diterima atau diperoleh isteri sebagai karyawati dari 1 (satu) pemberi kerja yang telah dipotong PPh Pasal 21 berdasarkan Pasal 8 ayat (1) UU PPh.

2.

Penghasilan anak dari pekerjaan adalah penghasilan yang berasal dari pekerjaan yang tidak ada hubungannya dengan usaha atau kegiatan dari orang yang mempunyai hubungan istimewa dengan anak dan sepanjang anak tersebut belum berumur 18 tahun dan belum pernah menikah berdasarkan Pasal 8 ayat (4) UU PPh .

III

PENGHASILAN PENGUSAHA TERTENTU

Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu adalah Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha di bidang perdagangaan grosir dan atau eceran melalui tempat usaha /gerai (oulet) yang tersebar di beberapa lokasi yang tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain yang tidak dikenakan pajak bersifat final (Pasal 25 ayat (9) UU PPh jo. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 522/KMK.04/2000 tanggal 29 Desember 2000 jo. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 394/KMK.03/2001 tanggal 4 Juli 2001 jo. Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-513/PJ/2001 tanggal 16 Juli 2001 ).

PENGHASILAN BRUTO/NILAI TRANSAKSI /NJOP
Kolom (3)

I. Nomor 1 huruf a sampai dengan b
Kolom ini diisi dengan jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak.

Nomor 2
Kolom ini diisi dengan nilai transaksi penjualan saham pendiri/saham bukan pendiri yaitu hasil penjualan bruto dalam tahun pajak.

Nomor 3 huruf a s.d.d
Huruf a
Kolom ini diisi dengan jumlah bruto nilai hadiah undian, hadiah atau penghargaan perlombaan.

huruf b s.d. d
Kolom ini diisi dengan jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak.

Nomor 4 huruf a,b, dan c

Huruf a
Kolom ini diisi dengan nilai pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan dalam tahun pajak berdasarkan nilai tertinggi antara akta pengalihan hak dengan NJOP, berdasarkan keputusan pejabat yang berwenang atau nilai menurut risalah lelang.

Huruf b
Kolom ini diisi dengan nilai tertinggi antara nilai menurut NJOP dengan nilai pasar bangunan yang bersangkutan.

Huruf c
Kolom ini diisi dengan jumlah bruto yang diterima/diperoleh dari persewaan tanah dan atau bangunan dalam tahun pajak yang bersangkutan berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, rumah kantor , toko, rumah toko, gudang dan industri.

Nomor 5
Kolom ini diisi dengan jumlah imbalan bruto penghasilan dari usaha jasa pelaksanaan konstruksi yaitu jumlah yang dibayarkan untuk pihak pemberi hasil kepada pemberi jasa dengan nama dalam bentuk apapun yang berkaitan dengan usaha jasa pelaksanaan konstruksi.

Nomor 6
Kolom ini diisi dengan jumlah nilai penjualan hasil produksi pertamina dan premix, penyerahan barang oleh bulog dan harga bandrol rokok dalam tahun pajak.

Nomor 7
Kolom ini diisi dengan penghasilan bruto lain Wajib Pajak yang dijadikan dasar penghitungan pengenaan pajak bersifat final.

II. Nomor 1

Kolom ini diisi dengan jumlahpenghasilan bruto yang diterima atau diperoleh isteri dalam tahun pajak yang semata-mata berasal dari satu pemberi kerja yang telah dipotong pajak berdasarkan ketentuan PPh Pasal 21 dan pekerjaan tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga lainnya.

Nomor 2
Kolom ini diisi dengan jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak oleh anak yang belum dewasa (belum berumur 18 tahun dan belum pernah menikah) dari pekerjaan yang tidak ada hubungannya dengan usaha atau kegitan dari orang yang mempunyai hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus dan atau kesamping satu derajat.

III. Kolom ini diisi dengan jumlah peredaran bruto dari seluruh tempat usaha dalam satu tahun pajak.

PPh YANG DIBAYAR/DIPOTONG/DIPUNGUT
Kolom (4)

Kolom ini diisi dengan jumlah PPh yang dibayar/dipotong/dipungut dari masing-masing jenis penghasilan sesuai dengan bukti pemotongan/pemungutan/pembayaran yang bersifat final termasuk pembayaran pokok pajak Surat Tagihan Pajak (STP) Pajak Penghasilan Pasal 25 ayat (7) dari Pengusaha Tertentu yang tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain yang tidak dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final.

BAGIAN B
PENGHASILAN YANG TIDAK TERMASUK OBYEK PAJAK

NOMOR
Kolom (1)

Cukup jelas

JENIS PENGHASILAN
Kolom (2)

Nomor 1

Bantuan/sumbangan :
Bantuan/sumbangan yang diterima atau diperoleh sepanjang tidak dalam rangka hubungan kerja, hubungan usaha, hubungan kepemilikan atau hubungan pengusaaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.

(Pasal 4 ayat (3) huruf a Angka 1 UU PPh)

Hibah :
Harta hibahan yangditerima oleh keluarga dalam garis keturunan lurus satu derajat dn pengusaha kecil sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 604/KMK.04/1994 tanggal 21 Desember 1994 sepanjang tidak dalam rangka hubungan kerja, hubungan usaha, hubungan kepemilikan atau hubungan pengusaaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.

(Pasal 4 ayat (3) huruf a Angka 2 UU PPh)

Nomor 2

Warisan

Cukup jelas

Nomor 3


Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, pekumpulan, firma dan kongsi.

(Pasal 4 ayat (3) huruf h UU PPh)

Nomor 4

Penggantian atau santunan yang diterima selaku pemegang polis dari perusahaan asuransi sehubungan dengan polis asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan , asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi bea siswa.

(Pasal 4 ayat (3) huruf e UU PPh)

Nomor 5

Nomor 5 ini untuk menampung penghasilan yang tidak termasuk objek pajak lainnya selain nomor urut 1 s.d. 4 seperti : penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan kepada Pemerintah untuk kepentingan umum dengan persyaratan khsusus sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1996, penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dlam bentuk natura dan atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah dan yang sejenis lainnya.

JUMLAH PENGHASILAN
Kolom (3)

Nomor 1 s.d. 2
BANTUAN SUMBANGAN,HIBAH, WARISAN

Kolom ini diisi dengan jumlah penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak yang bersangkutan dari masing-masing jenis penghasilan, yaitu sebesar nilai sisa buku harta dari pihak yang melakukan pengalihan sepanjang pihak yang mengalihka tersebut menyelenggarakan pembukuan. Dalam hal Wajib Pajak yang melakukan pengalihan tidak menyelenggarakan pembukuan, maka jumlah tersebut diisi dengan jumlah nilai perolehan dengan ketentuan sebagai berikut :

a.

Apabila nilai atau harga perolehan harta bagi yang mengalihkan harta tersebut diketahui, maka nilai perolehan bagi yang menerima penghasilan tersebut adalah sama dengan nilai atau harga perolehan harta tersebut bagi yang mengalihkan;

b.

Apabila nilai atau harga perolehan bagi yang mengalihkan harta berupa tanah dan atau bangunan tidak diketahui namun tahun perolehannya diketahui, maka nilai perolehan bagi yang menerima pengalihan tersebut adalah :

1)

Sama besarnya dengan NJOP yang tercantum dalam SPPT PBB tahun 1989 apabila tanah dan/atau bangunan tersebut diperoleh oleh yang mengalihkan dalam tahun 1989 atau sebelumnya

2)

Sama besarnya dengan NJOP yang tercantum dalam SPPT PBB tahun pajak diperolehnya harta tersebut bagi yang mengalihkan, apabila tanah dan atau bangunan tersebut diperoleh oleh yang mengalihkan sesudah tahun 1989, atau

3)

Bardasarkan surat keterangan dari Kepala Kantor Pelayanan PBB jika SPPT PBB tidak ada;

c.

Apabila nilai atau harga perolehan dan tahun perolehan bagi yang mengalihkan harta berupa tanah dan atau bangunan tidak diketahui, maka nilai perolehan bagi yang menerima harta tersebutadalah sama besarnya dengan NJOP yang tercantum dalam SPPT PBB tahun pajak yang paling awal yang tersedia atas nama yang mengalihkan harta tersebut, atau jika SPPT PBB tidak ada, berdasarkan surat keterangan Kepala Kantor Pelayanan PBB;

d.

Untuk harta selain tanah dan atau bangunan, apabila nilai atau harga perolehan bagi yang mengalihkan harta tersebut tidak diketahui maka nilai perolehan bagi yang menerima pengalihan harta tersebut adalah sama dengan 60% dari harga pasar wajar harta tersebut pada saat terjadinya pengalihan.

(Pasal 4 ayat (3) UU PPh jo. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 604/KMK.04/1994 tanggal 21 Desember 1994 dan Keputusan Dirjen Pajak Nomor Kep-11/PJ/1995 tanggal 1 Februari 1995)

Nomor 3
BAGIAN LABA PERSEROAN KOMANDITER TIDAK NAMA SAHAM, PERSEKUTUAN, PERKUMPULAN, FIRMA, KONGSI

Kolom ini diisi dengan jumlah bagian laba yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak yang bersangkutan oleh Orang Pribadi selaku anggota Perseroan Komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham, Persekutuan, Perkumpulan, Firma dan Kongsi.

Nomor 4
KLAIM ASURANSI KESEHATAN, KECELAKAAN,JIWA,DWIGUNA, BEASISWA

Koom ini diisi dengan jumlah penggantian atau santunan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak yang bersangkutan dari perusahaan asuransi sehubungan dengan polis asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi bea siswa.

Nomor 5
PENGHASILAN LAIN YANG TIDAK TERMASUK OBYEK PAJAK

Kolom ini diisikan semua jumlah penghasilan yang diperoleh yang tidak termasuk obyek pajak lainnya sebagaimana dimaksud pada angka 1 s.d 4.

LAMPIRAN IV ( FORMULIR 1770-IV )

DAFTAR HARTA DAN KEWAJIBAN PADA AKHIR TAHUN

Formulir ini digunakan untuk melaporkan jumlah harta dan kewajiban/utang pada akhir tahun pajak yang dimiliki Wajib Pajak sendiri, isteri, anak/anak angkat yang belum dewasa, kecuali harta dan kewajiban yang dimiliki.

1.

Isteri yang telah hidup berpisah;

2.

Isteri yang melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan,

yang harus dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh isteri sendiri.

TAHUN PAJAK

Diisi pada kotak yang tersedia sesuai dengan tahun pajak, misalnya :2001, 2002 dan seterusnya.

NAMA WAJIB PAJAK

Diisi sesuai dengan nama Wajib Pajak yang tercantum pada kartu NPWP.

NPWP

Diisi pada kotak yang tersedia sesuai NPWP yang tercantum pada kartu NPWP.

BAGIAN A
DAFTAR HARTA

Bagian ini untuk merinci jenis harta, tahun perolehan, harta perolehan dan keterangan lain sehubungan dengan harta yang dimiliki pada akhir tahun pajak yang bersangkutan.

NOMOR
Kolom (1)

Cukup jelas

JENIS HARTA
Kolom (2)

Kolom ini diisi dengan harta yang dimiliki pada akhir tahun pajak dan dicantumkan sesuai dengan jenis harta, misalnya :

-

Harta tidak bergerak adalah suatu benda yang karena sifat, tujuan atau karena ketentuan oleh undang-undang sebagai benda tak bergerak seperti : Tanah (cantumkan lokasi dan luas tanah ), Bangunan (cantumkan lokasi dan luas bangunan ), kapal dengan bobot mati lebih dari 10.000 ton dan sebagainya ;

-

Harta Bergerak adalah suatu benda yang karena sifatnya atau karena ditentukan oleh undang-undang sebagai benda bergerak seperti :

· Uang Tunai (Rupiah, Valuta Asing); Simpanan termasuk tabungan dan deposito di Bank Dalam/Luar Negeri, Piutang dan sebagainya.

· Benda-benda koleksi misalnya batu permata, logam mulia, lukisan dan sebagainya.

· Kendaraan bermotor, mobil, sepeda motor (cantumkan merek dan tahun pembuatannya )

· Kapal dengan bobot mati sampai dengan 10.000 ton, kapal pesiar, pesawat terbang, helicopter, jetski, peralatan olahraga khusus dan sejenisnya.

· Efek-efek (sahm, obligasi, commercial paper dan sebagainya )

· Keanggotaan perkumpulan eksklusif (keanggotaan golf, time sharing dan sejenisnya )

· Modal usaha sendiri dalam pekerjaan bebas dan modal dalam peusahaan lain tidak atas saham (CV, Firma dan atau sejenisnya )

TAHUN PEROLEHAN
Kolom (3)

Kolom ini diisi tahun perolehan dari masing-masing harta yang dimiliki.

HARGA PEROLEHAN
Kolom (4)

Kolom ini diisi harga perolehan dari masing-masing harta yang dimiliki sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
( Pasal 10 ayat (1) UU PPh )

KETERANGAN
Kolom (5)

Kolom ini diisi dengan keterangan-keterangan lain yang dianggap perlu.

BAGIAN B
DAFTAR KEWAJIBAN

Bagian ini digunakan untuk merinci kewajiban/utang dengan mengisi nama dan alamat pemberi pinjaman , tahun peminjaman, jumlah pinjaman dan keterangan lain.

NOMOR
Kolom (1)

Cukup jelas

NAMA DAN ALAMAT PEMBERI PINJAMAN
Kolom (2)

Kolom ini diisi nama, alamat pemberi pinjaman

TAHUN PEMINJAMAN
Kolom (3)

Kolom ini diisi dengan tahun diperolehnya pinjaman.

JUMLAH
Kolom (4)

Kolom ini diisi dengan jumlah hutang yang diperoleh /dimiliki termasuk hutang bunga.

KETERANGAN
Kolom (5)

Kolom ini diisi dengan keterangan-keterangan lain yang dianggap perlu.


source: www.pajakpribadi.com

Manchester Utd vs Liverpool EPL March 23 2008

Manchester Utd vs Liverpool EPL March 23 2008



Powered By GoalJunky.com and Google

Wednesday, March 19, 2008

Gaya berkendara hemat BBM

Source: CBN Portal
Automotive Tips Fri, 29 Feb 2008 11:41:00 WIB

Memasuki 2008, pemerintah makin sering saja bikin pusing masyarakat. Setelah mengokupasi jalan dengan jalur busway yang disusul dengan rencana penerapan pajak progresif, kini ada lagi wacana menjatah pembelian bahan bakar minyak (BBM).

Saat ini hanya ada dua alternatif langkah jika kebijakan pembatasan pembelian tersebut dilakukan. Pertama, menggunakan bahan bakar alternatif yang bisa dikatakan tak ada. Kedua, mengemudi dengan cara yang lebih hemat atau biasa disebut dengan eco driving.

Eco driving selain lebih menjamin keamanan berkendara juga mendukung terjadinya proses pembakaran BBM yang sempurna dan menekan emisi gas buang penyumbang efek gas rumah kaca.

Secara teknis, eco driving bisa dilakukan secara mudah. Tantangannya justru terletak pada mengubah kebiasaan mengemudi yang telah menjadi budaya kita selama ini. Teknis tersebut adalah:

a. Menghindari menginjak pedal gas dengan cara menghentak. Injakan harus stabil dan bertahap. Kalau pedal gas diinjak secara tiba-tiba, otomatis bahan bakar yang masuk ke ruang bakar juga terlalu banyak.

Akibatnya, tidak semua bahan bakar yang masuk ke ruang mesin terbakar, sehingga bahan bakar yang masuk tersebut justru tidak keluar dalam bentuk tenaga secara optimal, melainkan ikut terbuang ke udara luar lewat knalpot.

b. Memindahkan gigi persneling sesuai rasio putaran mesin kendaraan (RPM). Cara paling mudah adalah dengan menyesuaikan dengan spesifikasi kendaraan. Hal ini dapat dilihat pada buku manual kendaraan.

Pada brosur mobil yang disebarkan dealer biasanya juga terpampang keterangan mengenai moment maximum (torsi maksimum dalam satuan kgm/rpm) dan output maximum (dalam satuan Kw/rpm).

c. Selain itu, satu kebiasaan lain yang seringkali dilupakan pengendara adalah, tidak segera menyesuaikan gigi persneling setelah menurunkan kecepatan (deselerasi). Setelah berlari kencang tiba-tiba ngerem mendadak. Sebaiknya pindahkan gigi perseneling terlebih dulu ke posisi yang lebih rendah.

d. Melakukan servis berkala dan uji emisi sangat penting, sebab konsumsi bahan bakar juga ditentukan oleh kondisi komponen-komponen mesin. Komponen mesin yang sudah banyak mengalami keausan/ kerusakan bisa menyebabkan pembakaran bahan bakar tidak sempurna.

Perawatan mesin

e. Untuk mengetahui kondisi mesin lakukanlah perawatan mesin secara rutin. Periksa juga emisi gas buang. Apabila hasil pemeriksaan gas buang menunjukkan nilai HC (hidrokarbon) dan CO (karbonmonoksida) terlalu tinggi, ini pertanda pembakaran di ruang bakar tidak sempurna.

Perhatikan juga komponen pada penggerak roda seperti kopling, bearing (roda), kopel (propeler shaft), as roda, dan roda. Bila komponen-komponen penggerak roda ini aus atau rusak, akan menyebabkan tenaga yang dihasilkan oleh mesin untuk mendorong mobil terbuang percuma.

f. Setiap menggunakan kendaraan perhatikan beban mesin. Setiap kali memakai kendaraan usahakan tidak mengangkut muatan yang tidak diperlukan sehingga kendaraan menjadi kelebihan beban atau overload. Semakin berat beban, semakin besar konsumsi BBM.

g. Ketika memakai pendingin ruangan atau AC sangat baik menyesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi ruangan, karena kompresor AC memberikan beban yang cukup besar bagi mesin.

h. Hal terakhir yang baru bisa dilakukan ketika Jakarta dalam keadaan sepi atau perjalanan luar kota dalah perencanaan rute perjalanan. Usahakan untuk menghindari kemacetan. Dalam pengendaraan bertipikal stop and go, mesin akan bekerja sangat tidak efektif dan tentu saja boros BBM. (algooth.putranto@bisnis.co.id)

Algooth Putranto

Sumber: Bisnis Indonesia

Mencegah Karet Wiper Mengeras Karena Panas

Source: CBN Portal
Automotive Tips Fri, 14 Mar 2008 17:26:00 WIB

Beberapa kali ibukota diguyur hujan. Begitu juga beberapa kota lain di Indonesia. Sebagai pengendara, kita harus mengantisipasi jika hujan turun saat kita tengah melaju di tengah jalan. Wiper termasuk komponen mobil yang harus kita periksa.

Lihat, apakah karet-karetnya masih elastis. Jangan-jangan sudah mengeras sehingga kurang berfungsi dengan sempurna saat menyapu air dari kaca depan. Keras dan tidak fleksibel adalah ciri utama karet wiper yang sudah harus diganti. Selain dapat menggores kaca hingga meninggalkan bekas yang mengganggu pemandangan, karet wiper yang sudah buruk biasanya ditandai dengan timbulnya embun pada bagian-bagian kaca yang tersapu wiper.

Meskipun tampak sederhana, wiper sebaiknya memang tidak luput dari perhatian dan harus kita rawat dengan sebaik-baiknya. Terkait dengan pemeriksaan dan perawatan wiper, tidak ada salahnya untuk mengingat kembali tips and tricks yang pernah AstraWorld ulas tentang pentingnya menjauhkan (merenggangkan) karet wiper dari kaca ketika mobil diparkir di tempat yang langsung mendapat sengatan terik matahari.

Cara di atas adalah salah satu upaya sederhana menjaga keawetan karet wiper. Sinar matahari yang menyengat kaca akan membuat temperatur permukaan kaca ikut naik. Bila wiper menempel, tentu panas itu akan menyentuh bagian wiper yang terbuat dari karet. Sesuai sifat dan karakternya, panas berlebih dapat merusak karet. Awalnya, pengaruh buruk panas terlihat dari perubahan bentuk karet yang memuai. Lama kelamaan, karena sering mengalami perubahan dari panas ke dingin karet menjadi tidak elastis (keras). Ketika dioperasikan, wiper dengan karet yang keras semacam itu tentulah akan membuat kaca tergores.

Untuk menjauhkan karet wiper dari kaca, kita bisa langsung menegakkannya setiap kali memarkir di bawah terik matahari. Selain dengan menegakkan batang wiper (tuas wiper), sebetulnya di toko-toko aksesoris mobil banyak dijual alat yang bisa menunjang batang wiper sehingga karetnya bisa terjauh dari kaca jika alat penunjang ini difungsikan. Dengan alat ini, batang wiper tidak perlu sampai berdiri tegak.

Tentu saja ada hal-hal lain yang perlu kita lakukan dalam rangka merawat wiper. Pertama, periksa washer (air wiper) secara berkala. Isi bila tangkinya tampak kosong. Kedua, atur arah semburan air washer. Yang sering terjadi, arah semburan tidak tepat mengenai lintasan wiper sehingga proses pembersihan kaca tidak berjalan dengan baik.

Tuesday, March 18, 2008

Orang-orang Yang Didoakan Oleh Para Malaikat

Orang-orang Yang Didoakan Oleh Para Malaikat (kebunhikmah.com)

Inilah orang – orang yang didoakan oleh para malaikat :

1. Orang yang tidur dalam keadaan bersuci.
Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang tidur dalam keadaan suci, maka malaikat akan bersamanya di dalam pakaiannya. Dia tidak akan bangun hingga malaikat berdoa ‘Ya Allah, ampunilah hambamu si fulan karena tidur dalam keadaan suci”.

(Imam Ibnu Hibban meriwayatkan dari Abdullah bin Umar ra., hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wat Tarhib I/37)



2. Orang yang sedang duduk menunggu waktu shalat.
Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah salah seorang diantara kalian yang duduk menunggu shalat, selama ia berada dalam keadaan suci, kecuali para malaikat akan mendoakannya ‘Ya Allah, ampunilah ia. Ya Allah sayangilah ia’”

(Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., Shahih Muslim no. 469)


3. Orang – orang yang berada di shaf barisan depan di dalam shalat berjamaah.
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada (orang – orang) yang berada pada shaf – shaf terdepan”

(Imam Abu Dawud (dan Ibnu Khuzaimah) dari Barra’ bin ‘Azib ra., hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud I/130)


4. Orang – orang yang menyambung shaf pada sholat berjamaah (tidak membiarkan sebuah kekosongan di dalam shaf).
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah dan para malaikat selalu bershalawat kepada orang – orang yang menyambung shaf – shaf”

(Para Imam yaitu Ahmad, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Al Hakim meriwayatkan dari Aisyah ra., hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wat Tarhib I/272)


5. Para malaikat mengucapkan ‘Amin’ ketika seorang Imam selesai membaca Al Fatihah.
Rasulullah SAW bersabda, “Jika seorang Imam membaca ‘ghairil maghdhuubi ‘alaihim waladh dhaalinn’, maka ucapkanlah oleh kalian ‘aamiin’, karena barangsiapa ucapannya itu bertepatan dengan ucapan malaikat, maka ia akan diampuni dosanya yang masa lalu”.

(Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., Shahih Bukhari no. 782)


6. Orang yang duduk di tempat shalatnya setelah melakukan shalat.
Rasulullah SAW bersabda, “Para malaikat akan selalu bershalawat kepada salah satu diantara kalian selama ia ada di dalam tempat shalat dimana ia melakukan shalat, selama ia belum batal wudhunya, (para malaikat) berkata, ‘Ya Allah ampunilah dan sayangilah ia”

(Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah, Al Musnad no. 8106, Syaikh Ahmad Syakir menshahihkan hadits ini)


7. Orang – orang yang melakukan shalat shubuh dan ‘ashar secara berjama’ah.
Rasulullah SAW bersabda, “Para malaikat berkumpul pada saat shalat shubuh lalu para malaikat ( yang menyertai hamba) pada malam hari (yang sudah bertugas malam hari hingga shubuh) naik (ke langit), dan malaikat pada siang hari tetap tinggal. Kemudian mereka berkumpul lagi pada waktu shalat ‘ashar dan malaikat yang ditugaskan pada siang hari (hingga shalat ‘ashar) naik (ke langit) sedangkan malaikat yang bertugas pada malam hari tetap tinggal, lalu Allah bertanya kepada mereka, ‘Bagaimana kalian meninggalkan hambaku?’, mereka menjawab, ‘Kami datang sedangkan mereka sedang melakukan shalat dan kami tinggalkan mereka sedangkan mereka sedang melakukan shalat, maka ampunilah mereka pada hari kiamat’”

(Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., Al Musnad no. 9140, hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Ahmad Syakir)


8. Orang yang mendoakan saudaranya tanpa sepengetahuan orang yang didoakan.
Rasulullah SAW bersabda, “Doa seorang muslim untuk saudaranya yang dilakukan tanpa sepengetahuan orang yang didoakannya adalah doa yang akan dikabulkan. Pada kepalanya ada seorang malaikat yang menjadi wakil baginya, setiap kali dia berdoa untuk saudaranya dengan sebuah kebaikan, maka malaikat tersebut berkata ‘aamiin dan engkaupun mendapatkan apa yang ia dapatkan’”

(Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Ummud Darda’ ra., Shahih Muslim no. 2733)


9. Orang – orang yang berinfak.
Rasulullah SAW bersabda, “Tidak satu hari pun dimana pagi harinya seorang hamba ada padanya kecuali 2 malaikat turun kepadanya, salah satu diantara keduanya berkata, ‘Ya Allah, berikanlah ganti bagi orang yang berinfak’. Dan lainnya berkata, ‘Ya Allah, hancurkanlah harta orang yang pelit’”

(Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., Shahih Bukhari no. 1442 dan Shahih Muslim no. 1010)


10. Orang yang sedang makan sahur.
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada orang – orang yang sedang makan sahur”

(Imam Ibnu Hibban dan Imam Ath Thabrani, meriwayaatkan dari Abdullah bin Umar ra., hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhiib wat Tarhiib I/519)


11. Orang yang sedang menjenguk orang sakit.
Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah seorang mukmin menjenguk saudaranya kecuali Allah akan mengutus 70.000 malaikat untuknya yang akan bershalawat kepadanya di waktu siang kapan saja hingga sore dan di waktu malam kapan saja hingga shubuh”

(Imam Ahmad meriwayatkan dari ‘Ali bin Abi Thalib ra., Al Musnad no. 754, Syaikh Ahmad Syakir berkomentar, “Sanadnya shahih”)

12. Seseorang yang sedang mengajarkan kebaikan kepada orang lain.
Rasulullah SAW bersabda, “Keutamaan seorang alim atas seorang ahli ibadah bagaikan keutamaanku atas seorang yang paling rendah diantara kalian. Sesungguhnya penghuni langit dan bumi, bahkan semut yang di dalam lubangnya dan bahkan ikan, semuanya bershalawat kepada orang yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain”

(Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dari Abu Umamah Al Bahily ra., dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Kitab Shahih At Tirmidzi II/343)

Sumber Tulisan Oleh : Syaikh Dr. Fadhl Ilahi (Orang – orang yang Didoakan Malaikat, Pustaka Ibnu Katsir, Bogor, Cetakan Pertama, Februari 2005

Subscribe

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner